Jakarta (Antara Babel) - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan larangan perayaan "valentine" bagi para pelajar karena dianggap banyak menimbulkan kerusakan moral dan penyakit sosial, khususnya di kalangan pelajar.
"Perayaan ini dianggap tidak sesuai dengan tujuan pendidikan bangsa yang berahlak mulia dan berbudi luhur, sudah sepatutnya dilarang saja," kata Fikri di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan beberapa pemerintah daerah Provinsi, Kota, dan Kabupaten ramai-ramai menerbitkan larangan perayaan "valentine day" via edaran Kepala daerah maupun Dinas Pendidikan masing-masing.
Menurut Fikri, dampak negatif perayaan valentine day sudah sangat dirasakan oleh masyarakat luas, terutama bagi para pelajar dan kelompok remaja.
"Tampaknya pelarangan ini murni aspirasi masyarakat yang merasa efek perayaan valentine tidak ada manfaatnya, bahkan cenderung sia-sia dan merusak," ujarnya.
Politisi PKS itu mengatakan fenomena pelarangan "valentine day" oleh instansi pemerintahan dan pendidikan di daerah seharusnya dicermati pemerintah pusat sebagai bentuk keprihatinan dari masyarakat luas akan dampak yang ditimbulkannya.
Dia menilai apabila pemerintah peka maka sesungguhnya masyarakat di bawah sudah sangat khawatir akan keselamatan moral anak-anaknya yang masih remaja, dan menuntut adanya tindakan antisipatif dari yang berwenang.
"Sebagai contoh di Ambon, kepolisian Ambon menerbitkan larangan atas perayaan valentine kali ini. Alasan Kapolres Ambon, selain karena sudah dalam masa tenang pilkada serentak, perayaan valentine day telah menjadi rutinitas tahunan para kawula muda di Ambon dengan menggelar pesta miras, atraksi balapan dan kebut-kebutan di sejumlah ruas jalan," tuturnya.
Selain itu menurut dia, pelarangan serupa dilakukan di beberapa daerah oleh Kepala Daerah, Dinas Pendidikan, sampai Kepolisian antara lain di Surabaya, Malang, Madiun, Pamekasan, Semarang, Bandung, Depok, Sukabumi, Tangerang, Padang, dan Aceh.
Dia juga menilai beberapa kasus yang memancing reaksi publik terkait perayaan valentine juga menambah keresahan para orang tua, misalnya, beberapa waktu lalu muncul produk cokelat bertema valentine yang dikemas dengan bonus alat kontrasepsi (kondom).
"Hal ini semakin menguatkan budaya valentine yang sangat kental dengan seks bebas," ucapnya.
Fikri mengatakan fenomena perayaan valentine tampaknya sudah masuk kategori menganggu ketertiban umum dan meresahkan masyarakat.
Dia menegaskan perlunya pengawasan orang tua dan guru dalam rangka menegakkan peraturan yang akan diterbitkan mendikbud tersebut.