Pangkalpinang (ANTARA) - Prof. Dr. Andi Asrun, S.H., M.H., Guru Besar Hukum Konstitusi Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan dan Penasehat Asosiasi Pengajar HTN-HAN Indonesia, mengharapkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) harus segera disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) menyusul telah selesainya pembahasan komprehensif rancangan undang-undang tersebut dan menjelang berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
“Setelah melalui pembahasan panjang dengan berbagai kalangan akademisi dan praktisi hukum serta lembaga-lembaga pemerintahan dan organisasi lembaga swadaya masyarakat di bidang hukum dan hak asasi manusia, maka sudah seharusnya DPR-RI segera mengesahkan RUU KUHAP,” ujar Prof. Andi Asrun dalam keterangan tertulis yang diterima di Pangkalpinang, Sabtu.
Ia menekankan bahwa pengesahan RUU KUHAP ini sangat mendesak karena berperan sebagai peraturan pelaksana bagi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang dijadwalkan mulai berlaku pada 2 Januari 2026. KUHAP, sebagai hukum formal, dinilai krusial untuk mengoperasionalkan KUHP Nasional yang merupakan hukum materiil.
“Pengesahan RUU KUHAP dinilai penting karena KUHAP merupakan hukum formal yang mengoperasikan pemberlakuan KUHP sebagai hukum materiil,” jelasnya.
Asrun juga mengapresiasi proses penyusunan RUU KUHAP yang dilaksanakan secara partisipatif dan terbuka. Proses ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk akademisi, praktisi, aparat penegak hukum, organisasi profesi, organisasi masyarakat sipil, serta perwakilan dari kelompok rentan dan penyandang disabilitas. Pelibatan ini bertujuan untuk menampung masukan seluas-luasnya dan merealisasikan partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang.
Lebih lanjut, Guru Besar Universitas Pakuan itu memaparkan bahwa RUU KUHAP telah disusun dengan merujuk pada paradigma hukum pidana modern. RUU ini berorientasi pada tiga pilar keadilan: keadilan korektif, keadilan rehabilitatif, dan keadilan restoratif.
“RUU KUHAP ini sudah berorientasi pada KUHP yang disusun dengan merujuk pada paradigma hukum pidana modern,” tegas Prof. Asrun.
Dengan paradigma baru tersebut, KUHAP yang baru diharapkan dapat menjadi instrumen hukum yang lebih baik dalam melindungi dan memenuhi hak-hak para pihak dalam proses peradilan pidana. RUU ini diyakini akan mampu mewujudkan tuntutan “due process of law” atau proses peradilan yang semestinya, yang lebih adil di masa depan.
“KUHAP baru nantinya akan lebih baik dalam memberikan hak-hak para pihak sebagaimana tuntutan ‘due process of law’ yang lebih adil di masa depan,” pungkas Prof. Asrun.
Dengan demikian, pengesahan RUU KUHAP tidak hanya menjadi sebuah keharusan prosedural, tetapi juga sebuah langkah strategis untuk memastikan sistem peradilan pidana Indonesia yang lebih modern, adil, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia sesuai dengan semangat KUHP Nasional.
