Kuta, Bali (Antara Babel) - Bali sudah dikenal masyarakat dalam dan luar negeri sebagai salah satu destinasi pariwisata terbaik di dunia.
Beragam bentuk hiburan mulai dari wisata alam, budaya, kuliner, hingga religi tersedia di "Pulau Dewata" bagi warga segala kalangan dan latar belakang.
Meski pun menjadi salah satu daya tarik pariwisata terbesar di Indonesia, ternyata Bali masih kalah pamor dibandingkan lokasi lain di mata sejumlah wisatawan asing.
Negara-negara di kawasan Timur Tengah misalnya, berdasarkan informasi dari Kementerian Pariwisata disebutkan bahwa kunjungan wisatawan asing dari Timur Tengah justru sangat sedikit jika dibandingkan wisatawan dari kawasan lain di Bali.
Deputi Pengembangan Pasar Eropa, Timur Tengah, Amerika, Afrika (ETTAA) Kemenpar Nia Niscaya kepada Antara memaparkan sebagian besar turis asing yang datang ke Indonesia mayoritas dari kawasan ASEAN dengan persentase 40 persen, lalu 30 persen Asia Pasifik, dan 30 persen sisanya dari daerah lain.
Jumlah yang disebutkan terakhir tersebut termasuk wisatawan asing dari kawasan Timur Tengah, katanya saat dihubungi di Bali.
Namun yang menarik ialah, walaupun jumlah kunjungan wisatawan dari Timur Tengah ke Indonesia tergolong kecil tetapi jumlah pengeluaran mereka justru lebih besar dibandingkan rata-rata wisatawan dari negara lain.
Ia mencontohkan, wisatawan dari Timur Tengah menghabiskan uang hampir dua kali lipat dari wisatawan asing lainnya, termasuk dalam aspek lama menginap.
Turis asing rata-rata hanya menghabiskan lima hari berlibur dengan pengeluaran sekitar 1.200 dolar AS atau Rp16,8 juta.
Sementara turis dari Timur Tengah khususnya Arab Saudi, mampu menghabiskan lama tinggal rata-rata mencapai 11 hari di hotel Bintang 5 dengan pengeluaran 2.342 dolar atau Rp32,7 juta.
Angka yang cukup besar tersebut, juga dipengaruhi dari kebiasaan turis Timur Tengah yang datang dengan keluarga besar termasuk asisten rumah tangga saat berlibur, ujar Nia menambahkan.
Dengan potensi besar tersebut, pemerintah pun terus berupaya menggenjot pemasukan di bidang pariwisata dari turis dari Timur Tengah.
Dari Puncak ke Bali
Bagi warga lokal di kawasan Jabodetabek, tentu tidak asing dengan kawasan wisata Puncak, Bogor, yang belakangan memiliki julukan "Kampung Arab" mengingat banyaknya turis Timur Tengah yang berkunjung di lokasi yang terkenal dengan kebun teh dan suhu dinginnya itu.
Ramainya turis Timur Tengah di kawasan itu juga memicu maraknya toko-toko maupun restoran yang menggunakan bahasa dan tulisan Arab dalam papan reklame mereka.
Puncak pun kini menjadi "kiblat" pariwisata bagi turis Timur Tengah, sebagaimana yang diiyakan oleh Ziad Mzannar, seorang pria asal Lebanon yang kini berprofesi sebagai koki di sebuah restoran khas Timur Tengah di Bali.
Ia menceritakan, kawasan Puncak Bogor memang lebih terkenal dan menjadi tujuan utama warga Timur Tengah maupun komunitas Timur Tengah di Indonesia untuk berlibur.
Menurut Ziad, bahkan kawasan Puncak juga telah dikenal di Timur Tengah sebagai lokasi wisata wajib jika datang ke Indonesia.
Menurut Ziad, sangat disayangkan jika pengetahuan tentang Bali ternyata masih kurang dibandingkan lokasi wisata lain di Indonesia.
Oleh sebab itu, tidak jarang ia mempromosikan kelebihan Pulau Bali ke keluarga atau kawannya ketika pulang ke negara asalnya.
Menanggapi hal tersebut, Nia pun mengakui bahwa pengetahuan tentang pariwisata Indonesia di Timur Tengah masih mengandalkan metode "mulut ke mulut".
Ambil contoh dari Arab Saudi, Nia mengatakan bahwa dari seluruh turis negara tersebut yang datang ke Indonesia pada tahun 2015, sebanyak 66 persen berwisata ke Indonesia karena cerita dari kawan atau relasinya.
Melihat kenyataan tersebut, Kementerian Pariwisata pun memandang bahwa cara "mulut ke mulut" sangat lah penting dan tentu memerlukan "endorser" atau pendukung dalam mengenalkan pariwisata di Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut, kedatangan Raja Salman bin Abdulaziz al Saud dari Arab Saudi untuk berlibur ke Bali diibaratkan Kementerian Pariwisata sebagai angin segar bagi ekspansi industri pariwisata.
Selain memiliki nilai-nilai toleransi, kunjungan Raja Salman ke Bali juga tentunya akan menyebarkan informasi pariwisata di Bali kepada masyarakat Arab Saudi pada khususnya, dan kawasan Timur Tengah pada umumnya.
Nia berpendapat, jika pengunjung sekaliber Raja saja ingin menghabiskan masa liburannya di Bali tentu hal tersebut akan mempengaruhi warga yang ia pimpin di negaranya.
Bali pun diklaim mampu memenuhi segala aspek kebutuhan Raja dan ribuan anggota rombongannya selama berlibur di Indonesia.
Mengutip pernyataan Menteri Pariwisata RI Arief Yahya, Nia mengatakan bahwa Raja Salman merupakan "Endorser" yang tidak terhingga nilainya.
Hal tersebut ada benarnya, mengingat ia merupakan sosok yang memiliki nilai ketokohan sangat tinggi bagi masyarakat Arab Saudi dan Timur Tengah.
Kunjungan warga Arab Saudi yang mencapai 80 persen dari total turis Timur Tengah yang datang ke Indonesia, ditambah pertumbuhannya yang positif setiap tahun, serta kehadiran Raja Salman di Bali, diharapkan dapat menambah lokasi wisata favorit lainnya selain Puncak Bogor.
Sementara itu, Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia Osama bin Mohammed Abdullah Al Shuaibi usai menjemput Raja Salman di Bali menyampaikan bahwa Raja sangat senang dalam melakukan kunjungan di Indonesia.
Ia pun berharap Raja Salman akan bahagia selama berlibur di Bali.
Pria yang sebelumnya menjabat sebagai Atase Pertahanan itu pun sangat berterima kasih dan mengapresiasi warga Indonesia, dan Bali khususnya, dalam menyambut Raja Salman.
Mulai dari pengamanan, akomodasi, hingga sejumlah keperluan Raja dan 1.500 anggota rombongannya dapat terpenuhi secara mengesankan.
Penerimaan hangat yang diberikan masyarakat Bali ke Raja Salman beserta rombongannya itu pun dinilai sangat baik dan mampu membawa dampak positif ke depannya.
Secara eksplisit Osama juga mengatakan, jika Raja Salman puas dan senang dengan liburannya di Bali, maka bukan tidak mungkin beliau akan mempertimbangkan untuk berkunjunga ke wilayah lain di Indonesia untuk melakukan kegiatan serupa.
Apabila hal ini terwujud, maka munculnya kiblat baru bagi turis Timur Tengah di Indonesia seperti apa yang diharapkan Kementerian Pariwisata tentu bukan lah keniscayaan.