Jakarta (Antara Babel) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa mantan Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) di Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Rindoko Dahono Wingit.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa, mengatakan, pemeriksaan itu dilakukan dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e).
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Setya Novanto (SN)," katanya.
Selain memeriksa Rindoko, KPK juga akan memeriksa tiga saksi lain untuk tersangka Setya Novanto, yaitu Kasubbag Data dan Informasi Setditjen Dukcapil Kemendagri Djojo Kartiko Krisno, pensiunan PNS Ditjen Dukcapil Kemendagri Ruddy Indrato Raden, dan Dede Tatang dari pihak swasta.
Dalam dakwaan penuntut umum kasus KTP-e disebutkan Rindoko bersama Nu'man Abdul Hakim dari Fraksi PPP, Abdul Malik Haramain dari Fraksi PKB, Djamal Aziz dari Fraksi Partai Hanura dan Jazuli Juwaini dari Fraksi PKS selaku Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) di Komisi II masing-masing menerima 37 ribu dolar AS terkait proyek senilai Rp5,95 triliun tersebut.
KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) 2011-2012 pada Kemendagri.
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan saudara SN (Setya Novanto) anggota DPR RI periode 2009-2014 sebagai tersangka karena diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Senin (17/7).
Setnov disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sebelumnya, Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta pada Kamis (20/7) juga menjatuhkan hukuman penjara tujuh tahun kepada mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan lima tahun penjara kepada mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri Sugiharto dalam perkara korupsi proyek pengadaan KTP elektronik.
KPK juga baru saja melimpahkan berkas perkara Andi Agustinus alias Andi Narogong, terdakwa terkait kasus KTP-e ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (7/8).
Andi adalah terdakwa ketiga yang diajukan ke persidangan setelah Irman dan Sugiharto terkait perkara proyek KTP-e tersebut.
Persidangan Andi akan dilakukan setelah mendapat penetapan dari pengadilan.
Andi disangkakan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
KPK Akan Periksa Mantan Kapoksi Terkait Novanto
Selasa, 8 Agustus 2017 11:39 WIB
Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Setya Novanto (SN),