Bandung (Antara Babel) - Pakar hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra
menilai kasus yang menjerat Buni Yani terkait pasal 32 ayat 1 UU ITE
tidak bisa dipidanakan karena terdakwa bukan mengunggah video yang
bersifat rahasia.
"Jadi kalau orang kemudian meng-upload atau
menyebarluaskan sesuatu yang kemudian diubah isinya itu bisa dipidana.
Tapi itu terkait dengan ayat 3, yaitu kalau sesuatu itu memang bersifat
rahasia," ujar Yusril saat memberikan kesaksiannya dalam sidang lanjutan
yang digelar di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, Selasa.
Menurutnya, seseorang bisa dipidana apabila publik tidak
menemukan sumber asli video. Tetapi dalam kasus Buni Yani, ia mengunggah
video yang telah disiarkan pemerintah DKI Jakarta melalui platform
Youtube.
"Sudah ada di Youtube, jadi dia bukan sebuah dokumen yang sifatnya
rahasia, tapi dokumen yang menjadi milik publik," katanya.
Selain itu, ia berpendapat bahwa kasus Buni Yani masuk dalam
delik materiil yang diatur dalam pasal 36 UU ITE. Artinya, dakwaan jaksa
mengenai pasal 27 dan 32 ayat 1 harus menimbulkan akibat, atau kerugian
bagi masyarakat.
"Jadi apa yang dilakukan Buni Yani ini kalau kita pahami sebagai
delik materiil, akibatnya itu tidak terjadi. Jadi dia nggak bisa di
pidana," katanya.
Sementara terkait pasal 28 yang disangkakan, ia berpendapat Buni
Yani hanya mengutip pernyataan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat berada
di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Tidak ada unsur berita bohong atau
fitnah yang dilakukan Buni Yani, sehingga pasal 28 seharusnya tidak
disangkakan kepadanya.
"Ini kan bukan Buni Yani, Buni Yani mengutip pernyataan Ahok.
Omongan Ahok-nya begini, Buni Yani bertanya ini bakal heboh nih, ini
bakal begini begini," kata dia.
Meski begitu, seluruh pasal-pasal yang disangkakan membutuhkan
penafsiran dari majelis hakim. Ia berharap keterangannya bisa menjadi
pertimbangan hakim untuk memutuskan hukum seadil-adilnya.
"Saya kira nanti majelis hakimlah yang harus menafsirkan
norma-norma itu seadil-adilnya bagi yang bersangkutan," katanya.