Tokyo (Antara Babel) - Sutradara Edmund Yeo mengangkat isu
orang-orang Rohingya yang berusaha mencari kehidupan lebih baik di
Malaysia dalam film "Aqerat".
Film ini sudah
dibuat sebelum isu Rohingya hangat di media massa dalam beberapa bulan
terakhir. Edmund mengungkapkan salah satu alasannya adalah ketika ia
mendengar berita dua tahun lalu tentang penemuan 200 mayat orang
Rohingya di hutan Malaysia bagian utara.
"Mereka
adalah pengungsi Rohingya yang diselundupkan oleh orang Malaysia. Di
situ saya menyadari bahwa mereka berusaha kabur dari negaranya ke
Malaysia untuk hidup yang lebih baik, tapi ternyata nasibnya tidak
membaik," tutur Edmund dalam sesi tanya jawab usai pemutaran "Aqerat" di
EX Theater Roppongi, Tokyo, Jepang, Sabtu.
Berita menyedihkan itu mengilhami Edmund untuk mengeksplorasi apa yang sedang terjadi di negaranya dalam bentuk layar lebar.
"Ini
juga cermin sosial atas apa yang terjadi di negara kami," kata dia
seraya menambahkan di sisi lain ada juga orang-orang Malaysia yang ingin
pindah ke negara lain meski ada yang mencari kedamaian di sana.
Edmund menambahkan, ada banyak adegan yang diimprovisasi, termasuk dialog-dialog yang ditambahkan menjelang pengambilan gambar.
"Saya
percaya pada awak dan pemain karena kita harus membuat ini kolaborasi
kreatif, bukan pekerjaan yang dilakukan satu orang," kata dia.
Film
yang masuk kompetisi pada Festival Film Internasional Tokyo (TIFF) 2017
itu bercerita tentang perempuan yang terlibat dalam penyelundupan
manusia demi mencari sesuap nasi.
Dengan fokus
pada bagian ketika orang-orang Rohingnya melarikan diri ke Malaysia demi
menghindari pembantaian, "Aqerat" — akhirat dalam bahasa Rohingya —
memberi penggambaran puitis dari perjalanan spiritual seorang perempuan.
Edmund
Yeo yang lulus dari Universitas Waseda itu pernah membuat film pendek
berjudul "Kingyo" yang tayang dalam Festival Film Venesia pada 2009.
Karyanya
yang lain, "Inhalation" meraih Sonje Award di Festival Film
Internasional Busan 2010. Debut film panjangnya "River of Exploding
Durians" jadi salah satu yang berkompetisi di Festival Film
Internasional Tokyo tiga tahun lalu. Selain "Aqeta", dia kembali lagi ke
Tokyo membawa film "Yasmin-san".