Presiden Joko Widodo diketahui kerap mengundang masyarakat dari berbagai lapisan ke Istana Kepresidenan di Jakarta. Para tamu berasal dari berbagai kalangan, seperti ulama, santri, pegiat media sosial, pesohor hingga pelaku transportasi "online". Setelah pertemuan selesai, banyak yang melakukan swafoto di halaman Istana.
Swafoto itu biasa dilakukan dengan latar belakang satu patung hitam berbentuk seorang pria yang sedang memegang busur dan bersiap untuk melepaskan anak panahnya. Patung itu berada di air mancur di depan Istana Negara, sesuai dengan jalur keluar masuk pengunjung Istana yang harus melalui Sekretarit Negara.
Patung berjudul "Melepaskan Panah" itu adalah karya seniman asal Hungaria Zsigmond Kisfaludi Strobl yang dibuat pada 1919. Patung tersebut sempat berpindah-pindah tempat peletakan. Awalnya di Istana Kepresidenan di Jakarta lalu sempat pindah ke Istana Bogor lalu kembali lagi ke Jakarta sesuai dengan selera Presiden saat itu.
Namun saat ini, patung tersebut dengan gagah menandai muka Istana Negara yang terletak di Jalan Rijswijk atau yang sekarang disebut Jalan Veteran. Ya, Istana Negara adalah istana yang menghadap ke Jalan Veteran sedangkan "saudara mudanya" yaitu Istana Merdeka menghadap Monas di Jalan Medan Merdeka Utara.
Kedua istana dipisahkan oleh halaman hijau nan asri, namun berada dalam satu kompleks.
Tempat Berfoto
Istana Negara awalnya adalah kediaman pribadi seorang warga negara Belanda yang bernama J.A. van Braam yang dibangun 1796. Pada 1816 bangunan itu diambil alih oleh pemerintah Hindia-Belanda dan digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta kediaman para Gubernur Jenderal Belanda sehingga istana tersebut dijuluki "Hotel Gubernur Jenderal".
Sesuai dengan penghuninya saat itu, desain bangunan yang akan mengingatkan orang Belanda kepada kanal-kanal di Amsterdam dengan 14 pilar bundar putih yang berada di serambi depan dan belakang, lengkap dengan tiga pintu masuk besar ditambah dua jendela raksasa anti-peluru di serambi depan.
Di samping untuk penginapan Gubernur Jenderal, gedung itu juga berfungsi sebagai kantor sekretariat umum pemerintahan. Dalam perjalanan waktu, gedung itu kemudian tidak mampu menampung semua kegiatan yang semakin meningkat sehingga pada 1869, Gubernur Jenderal Pieter Mijer mengajukan permohonan untuk membangun "hotel" baru di belakang yang pada saat ini dikenal dengan nama "Istana Merdeka". Sementara bangunan lama yang menghadap ke Jalan Rijswijk akhirnya diperluas.
Bila masuk lewat pintu depan Istana Negara, ada rung depan yang punya tiga lampu kandelabra besar dan sepasang cermin antik yang tingginya hampir mencapai tiga meter. Total ada 22 lampu kandelabra di Istana Negara.
Pintu depan itu memang hanya dibuka saat momen-momen khusus, misalnya "open house" Idul Fitri, 1 Syawal 1438 H yang bersamaan dengan 25 Juni 2017. Pejabat dan masyarakat yang ingin bersilaturahim dengan Presiden Joko Widodo, Ibu Negara Iriana Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Ibu Mufidah Kalla masuk lewat pintu itu dan mengantri di sepanjang ruang depan hingga ke ruang perjamuan.
Istana Negara memang pada dasarnya terdiri dari dua balairung besar, yaitu ruang upacara dan ruang jamuan. Ruang upacara adalah tempat penyelenggaraan upacara-upacara resmi kenegaraan. Di masa Hindia Belanda, ruang upacara dipakai sebagai "ballroom" untuk pesta-pesta yang disemarakkan dengan acara dansa.
Pada masa Presiden Soeharto, saat peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus, Istana Negara juga dipakai untuk acara jamuan makan Presiden dan para veteran maupun bila kedatangan tamu negara, Istana Negara dipakai untuk jamuan makan malam kenegaraan dan tempat acara malam kesenian dengan menampilkan pertunjukan kesenian tradisional Indonesia.
Tidak heran saat Presiden Soeharto memerintah, ruang upacara tersedia dua perangkat gamelan: Jawa dan Bali, masing-masing ditempatkan di timur dan di barat dari podium yang berada di sisi selatan Ruang Upacara.
Jika upacara mengharuskan diperdengarkannya lagu kebangsaan dengan korps musik dari Pasukan Pengaman Presiden maka ditempatkan di serambi belakang yang hanya dipisahkan oleh dinding belakang podium Ruang Upacara. Tapi saat masa Presiden Joko Widodo, gamelan itu belum pernah dimainkan lagi.
Menurut Kepala Biro Pengelolaan Istana MF. Darmastuti, gamelannya disimpan di Istana Yogyakarta bersama dengan satu set wayangnya.
"Sesuai dengan arahan Presiden Jokowi untuk menampilkan istana sebagai 'The Ultimate Show Case of Indonesia"' karena Indonesia tidak hanya Jawa atau Bali, jadi pengelola istana mencoba mempadu-padankan semua ornamen-ornamen dari seluruh Indonesia dalam ruangan istana," kata Darmastuti.
Ruang upacara yang saat ini sering menjadi tempat upacara pelantikan para pejabat dalam negeri tersebut dapat menampung sekitar 350 orang hadirin duduk. Ada peta Indonesia dari beludru warna hitam --tadinya warna hijau-- bergantung di "panggung" ruang upacara.
Panggung dan peta itu juga kerap menjadi latar belakang para pejabat yang baru saja dilantik untuk berpose dengan kerabat dan handai taulan seusai dilantik.
Di ruangan itu, pemerintah kolonial Belanda pernah mengambil keputusan penting melalui sidang-sidang Gubernur Jenderal Baron Van Der Capellen mendengar Jenderal De Kock mengurai rencana menindas pemberontakan Pangeran Diponegoro dengan memutuskan pemberlakuan tanam paksa (culturslesel). Saat Indonesia merdeka, persetujuan Linggarjati pada 25 Maret 1947 pukul 17.30 dilakukan di ruang seluas 1.300 meter persegi tersebut.
Sesungguhnya ruangan itu juga pernah difungsikan sebagai tempat menonton film. Film diputar dari ruang operator di lantai dua tapi tangga menuju lantai dua hanya bisa dicapai dengan tangga dari luar Istana. Proyektornya pun masih ada, tapi belum tentu layak pakai saat ini.
Tanpa sekat dengan ruang upacara, ada ruang jamuan yang dipakai untuk jamuan kenegaraan atau sebagai ruang tempat para tamu beramah-tamah setelah upacara selesai. Ruangan ini dapat menampung 150 orang. Ruang ini kemudian "dibagi dua".
Penyekatnya adalah penyekat ukiran Jepara sepanjang delapan meter dengan gambar wayang mengisahkan "Sumantri Ngenger" dari epos Arjuno Sosro Bahu menceritakan tentang perjuangan rakyat jelata yang kemudian menjadi pahlawan yang sudah ada sejak zaman Presiden Soeharto.
Bagian pertama tetap menjadi ruang jamuan, sedangkan bagian kedua dipakai untuk menaruh meja panjang berukuran sekitar 8 meter yang bisa menjadi meja makan, tapi juga bisa berfungsi sebagai meja kerja.
Meja oval panjang itu sesuai dengan selera Presiden Joko Widodo yang memang menyukai "furniture" dari bahan kayu jati. Ada juga dua cermin besar yang diletakkan di sisi kiri dan kanan ruangan sehingga total ada empat cermin.
Sedangkan untuk makanan yang disajikan adalah makanan Nusantara yang dinilai menyuguhkan cita rasa Indonesia. Istana tidak punya koki khusus untuk menyiapkan makanan, tapi bekerja sama dengan pihak luar. Ada dua dapur mengapit ruang jamuan, satu dapur untuk makanan panas dan satu dapur untuk makanan dingin.
Dari ruang jamuan yang separuhnya bisa menjadi ruang kerja itu ada koridor yang menghubungkan ke serambi depan. Di kedua sisi koridor itu terdapat beberapa ruang khusus. Di sisi barat terdapat kamar untuk wakil presiden dan ruang tunggu tamu Presiden.
Ruang kerja Presiden berada di sisi timur koridor ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri menggunakan ruang tersebut, sementara presiden sebelumnya yaitu Soeharto, BJ Habibie dan Gus Dur menggunakan Bina Graha sebagai tempat kerja.
Di belakang ruang kerja terdapat ruang istirahat bagi Presiden yang dilengkapi tempat tidur antik dari Magelang dan toilet. Total ada tiga kamar tidur di Istana Negara yang saat ini difungsikan bila Presiden dan Wakil Presiden ingin beristirahat di Istana di sela-sela padatnya kegiatan.
Untuk lukisan-lukisan yang terpajang di Istana Negara juga kebanyakan merupakan peninggalan dari Presiden Sukarno, meski ada sedikit perubahan letak, lagi-lagi menyesuaikan dengan keinginan masing-masing Presiden.
"Kami dapat informasi kalau Presiden Joko Widodo menyukai karya para pelukis maestro dengan tema kegiatan sosial masyarakat sementara Pak SBY suka dengan lukisan bernuansa alam," kata Darmastuti.
Lukisan yang menonjol di Istana Negara sesungguhnya adalah enam ukuran besar di ruang Upacara yang menempel di masing-masing pilar. Lukisan-lukisan itu adalah karya pelukis yang juga staf Sekretariat Negara Warso Susilo yang diminta Presiden SBY untuk membuat lukisan potret para Presiden RI dalam ukuran yang besar.
Mulai dari Bung Karno hingga SBY sendiri yang ditempatkan di enam pilar yang mengelilingi ruang Upacara. Dalam buku 17/71: Goresan Juang Kemerdekaan, Koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia yang ditulis Mikke Susanto dan Agus Dermawan T (2016), disebutkan lukisan-lukisan potret para Presiden itu ditempatkan di Istana Negara dan Istana Bogor.
Sedangkan perabot yang ada di Istana Negara pun masih ada yang merupakan peninggalan zaman Presiden Soekarno yaitu barang-barang seperti sideboard (buffet) dan guci berciri kaki kijang serta ukiran Jepara dari masa Presiden Soeharto.
"Kalau Presiden Jokowi suka kayu jati berkualitas, beliau menganggap bahwa bila meja menggunakan kayu akan lebih kelihatan indah dari pada bila ditutup kain," ungkap Darmastuti.
Untuk perawatan istana, secara rutin pengelola membersihkan lampu kristal, mengecat, membersihkan debu, membongkar plafon, hingga perbaikan drainase, seperti yang dikerjakan di lingkungan Istana Presiden di Jakarta saat ini.
Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono mengatakan bahwa Presiden Jokowi sesungguhnya membolehkan komunitas maupun masyarakat yang datang ke Istana untuk mengambil foto Istana, namun memang Istana Merdeka dan Istana Negara belum dibuka untuk umum, seperti Gedung Putih, AS atau Istana Kremlin, Rusia.
"Umumnya semua masyarakat ingin foto di sini, tapi memang harus ada izin karena yang namanya juga minta boleh diizinkan boleh tidak, memang berbeda dengan Gedung Putih atau Istana Kremlin, hanya masyrakat bisa berfoto di Istana Bogor atau Istana lain, seperti Cipanas, Yogyakarta atau Tampaksiring karena Istana Negara dan Merdeka dipakai terus selama hari kerja, dan bahkan tidak hanya hari kerja, tapi Sabtu Minggu juga ada kegiatan di sini," kata Heru.
Mengenal Istana Kepresidenan-Jangan Lupa Tersenyum di Istana Negara
Selasa, 7 November 2017 9:58 WIB
Sesuai dengan arahan Presiden Jokowi untuk menampilkan istana sebagai 'The Ultimate Show Case of Indonesia"' karena Indonesia tidak hanya Jawa atau Bali, jadi pengelola istana mencoba mempadu-padankan semua ornamen-ornamen dari seluruh Indonesia dala