Salah
satu yang mengemuka dalam diskusi dengan tema "Deklarasi Cerdas
Memilih" yang diselenggarakan Jateng Institute di Aula FISIP
Universitas Soedirman, kondisi partai politik di Indonesia berada dalam
tahap krisis kepercayaan dari masyarakat.
Padahal,
partai politik adalah kendaraan paling penting dalam proses
keterpilihan seorang calon legislatif ataupun eksekutif. Benar ada jalur
independen, namun kandidat eksekutif dari jalur ini belum ada yang
terpilih.
Partai politik banyak menuai kritik
karena hanya berfungsi dalam aktivitas merebut, pertahankan, dan membagi
kekuasaan. "Partai hanya hidup saat pemilu, pilkada, kongres, munas,
dan kegiatan partai yang lainnya," kata Wakil Dekan III FISIP
Universitas Jenderal Soedirman, Andi Ali Said Akbar.
Ia
mengatakan, wajah politik di Indonesia saat ini menunjukkan, negara
makin demokratis. Akan tetapi, partai politik makin pragmatis dan
pemilih makin apatis.
Bagaimana dengan menjadi
golongan putih? Dia bilang, golput tidak pernah menjadi solusi dan
golput tidak akan menang pada Pemilu.
Menurut
dia, tren partisipasi masyarakat cenderung menurun sejak Pemilu 1999
sampai Pemilu 2014. Salah satu penyebabnya informasi yang kurang dari
para kandidat.
Ketua KPU Kabupaten Banyumas,
Unggul Warsiadi, mengatakan, sebagai penyelenggara Pilkada dan Pemilu di
sana, mereka harus pandai meyakinkan masyarakat.
"Masyarakat
saat ini cenderung bosan dengan sesuatu berkaitan dengan pemilu baik
pemilihan anggota legislatif, Pemilu Presiden, maupun pemilihan kepala
daerah," katanya.
Terkait tingkat partisipasi
pemilih pada Pilkada Jawa Tengah di Banyumas, Warsiadi mengatakan, pada
2013 sekitar 59,43 persen dan cenderung menurun dari Pilkada Jawa
Tengah 2008 yang sebesar 60,23 persen.
"Demikian
juga pada Pilkada Banyumas 2013 sebesar 67,37 persen atau menurun dari
Pilkada Banyumas 2008 yang sebesar 72,96 persen," katanya.