Jakarta (Antaranews Babel) - Penelitian yang dilakukan Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia menemukan bukti bahwa anak dari orang tua perokok memiliki kemungkinan mengalami kerdil 5,5 persen lebih tinggi dibandingkan dengan anak dari orang tua yang bukan perokok.
"Hasil itu sudah dikontrol dengan variabel genetik dan faktor lingkungan yang juga merupakan faktor-faktor risiko 'stunting'," kata Kepala Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Indonesia Teguh Dartanto dalam peluncuran hasil penelitian di Jakarta, Senin.
Teguh mengatakan penelitian tersebut menemukan keterkaitan antara perilaku merokok orang tua dengan kondisi "stunting" (kekerdilan) anak, baik laki-laki maupun perempuan. Ada kecenderungan orang tua yang selalu merokok memiliki anak yang cenderung selalu kerdil.
Rata-rata anak dari orang tua perokok kronis memiliki pertumbuhan berat badan 1,5 kilogram lebih rendah dan pertumbuhan tinggi badan 0,34 centimeter lebih rendah dibandingkan anak dari orang tua yang tidak merokok.
"Bila anak 'stunting', maka kecerdasannya juga akan berkurang. Rokok memiliki sifat adiktif, memiliki dampak negatif bagi generasi mendatang," tuturnya.
Menurut Teguh, secara statistik, anak "stunting" memiliki kecerdasan logika dan matematika yang lebih rendah daripada yang tidak "stunting". Penelitian tersebut menemukan fakta bahwa anak dari keluarga perokok memiliki kecerdasan yang lebih rendah.
Penelitian tersebut menggunakan data panel Survei Kehidupan Keluarga Indonesia 2007 dan 2014 serta metode ekonometrika "order logit regression" untuk memastikan apakah perilaku merokok berkaitan dengan perkembangan kondisi "stunting" pada anak.
Teguh menjadi salah satu narasumber dalam peluncuran penelitian "Perilaku Merokok Orang Tua dan Dampaknya Terhadap 'Stunting' dan Jebakan Kemiskinan" yang diadakan Pusat Kajian Jaminan Sosial, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia dan Komite Nasional Pengendalian Tembakau.
Selain Teguh, narasumber lainnya adalah Kepala Subdirektorat Statistik Kerawanan Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Ahmad Avenzora, Ketua Satuan Tugas Remaja Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Bernie Endyarni Medise, SpA(K) dan guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof Hasbullah Thabrany.