Jakarta (Antara Babel) -...." Habibie, setiap habis sholat, saya selalu berdoa untuk kamu....".
Ucapan tersebut hingga kini terus terus terngiang-ngiang di telinga Profesor Doktor Bacharuddin Jusuf Habibie yang merupakan mantan presiden dan juga mantan wakil presiden , karena kalimat itu dilontarkan oleh mantan Presiden Soeharto.
Ahli pembuatan pesawat udara ini mengatakan bahwa dirinya sangat terharu mendengarkan lontaran kalimat itu, setelah ia menggantikan Soeharto sebagai presiden pada 21 Mei tahun 1998. Serah terima jabatan itu berlangsung di Istana Merdeka dan tanpa didahului sidang MPR yang tugas utamanya adalah mengangkat ataupun memberhentikan seorang presiden Republik Indonesia.
Kalimat itu disampaikan Soeharto setelah Habibie berulang kali berusaha keras menemui mantan atasannya itu namun seringkali gagal karena ada yang" menghalanginya"
Soeharto yang merupakan jenderal berbintang lima 16 tahun lalu turun dari tahtanya setelah berbagai kalangan mendesak dirinya untuk turun dari jabatannya. Ia mengatakan sebenarnya ia bisa saja mempertahankan "kursi empuknya" dengan dukungan ABRI atau Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, namun ia menolak memakai cara itu untuk menghindari jatuhnya korban yang tidak perlu.
Setelah menyatakan mundur, kemudian Soeharto yang didampingi putri tertuanya Tutut atau Siti Hardiyanri Rukmana menuruni tangga Istana untuk pulang ke rumahnya di Jalan Cendana Nomor 6 dan 8 di Jakarta Pusat setelah memerintah negara ini lebih dari 20 tahun terutama pascameletusnya pemberontakan oleh PKi yang lebih populer dengan istilah G-30 S PKI.
Hingga saat ini , para pengganti Soeharto itu adalah Habibie, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Megawati Soekarnoputri serta Susilo Bambang Yudhoyono dan pada 9 Juli 2014 akan berlangsung pemilihan presiden karena SBY sudah dua kali memerintah dan tidak bisa lagi menjadi kepala negara.
Sekalipun Soeharto yang lahir di Kemusuk, Yogya pada 8 Juni 1921 dan meninggal di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta pada 27 Januari 2006 akibat unjuk rasa besar-besaran di berbagai daerah, ternyata pada tanggal 21 Mei dan pada hari-hari berikutnya tidak terjadi demonstrasi di berbagai kota untuk " menyambut gembira" jatuhnya Soeharto.
Setelah itu, berganti-ganti presiden di Tanah Air ini dan pertanyaannya adalah apakah suasana dan kondisi saat ini sudah baik atau bahkan lebih baik pascaturunnya Soeharto itu?
Pada saat Habibie memerintah, pada awalnya rupiah sudah anjlog sekali hingga mencapai Rp17.000/ dolar. Namun karena Habibie mendapat dukungan dari banyak kalangan di dalam negeri maka akhirnya nilai rupiah mulai pulih hingga dibawah Rp10.000/ dolar. Sementara itu, kedaan politik relatif tenang yang antara lain ditandai dengan semakin bebasnya wartawan untuk melakukan liputan hingga munculnya berbagai partai politik hingga lsm-lsm yang tidak terhingga jumlahnya hingga detik ini.
Namun pertanyaan yang kini terus muncul pada jutaan orang adalah apakah kehidupan lahir batin seluruh rakyat Indonesia sudah tenang atau belum? Pertanyaaan -pertanyaan itu muncul karena ternyata tindakan hukum seperti korupsi justru merajalea hingga praktis hampir ke seluruh lembaga legislatif, eksekutif hingga yudikatif. Korupsi di kalanagan pemerintah berlangsung tetap saja mulai dari " kelas teri" seperti dalam pengurusan ktp dan sim hingga jenderal dan menteri, kemudian pimpinan lembaga negara hingga anggota DPR.
Penegakan Hukum
Seorang tokoh Islam dari Tebu Ireng, Jawa Timu, Kiai Sholahuddin Wahid menegaskan utama presiden masa bakti 2014-2018 adalah menegakkan hukum hukum dan hak azasi manusia walaupun kepala negara yang baru itu juga harus meningkatkan ekonomi nasional.
"Tugas utama presiden mendatang adalah menegakkan hukum dan hak azasi manusia," kata Sholahuddin Wahid yang merupakan adik kandung Gus Dur usai menerima seorang bakal calon presiden baru-baru ini.
Sementara itu, yang kini terlihat secara kasat mata adan semakin seringnya ditemukan kasus korupsi di berbagai lembaga negara. Dari kalangan DPR misalnya muncul kasus oleh Angelina Sondakh yang justru pernah mengiklankan harusnya hapusnya kejahatan korupsi. Kemudian muncul pula kasus dari DPR oleh Mohammad Nazaruddin.
Sementara itu, dari lembaga yudikatif, masyarakat dicengangkan atau dikagetkan oleh ulah mantan ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar yang berulang kali minta uang dalam jumlah miliaran rupiah kepada segelintir kepala daerah mulai dari gubernur hingga bupati dan wali kota yang mengajukan kasus pilkada atau pemilihan kepala daerah.
Sementara itu, dari kalangan pemerintah munculnya kasus korupsi yang antara lain dilakukan oleh gubernur nonaktif Banten Ratu Atus Chosiyah beserta adik kandungnya Wawan. Belum lagi korupsi yang dilakukan oleh mantan Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo sekitar Rp200 miliar.
Kasus yang dituduhkan kepada Soeharto antara lain adalah membiarkan putra dan putrinya untuk menguasai berbagai kegiatan ekonomi. Jika tuduhan-tuduhan itu benar, maka tentunya pada era setelah Soeharto tidak terjadi lagi para anggota keluarga kepala negara dan menteri-menterinya "turun gunung" secara berlebihan ke dalam berbagai kegitan bisnis.
Tapi, pada kenyataannya masyarakat pernah menemukan putra seorang presiden--entah mengapa bisa terjadi-- tiba- tiba menjadi komisaris di Pekan Raya Jakarta alias PRJ. Kemudian ada pula anak pejabat tinggi yang menjadi anggota DPR namun kemudiuan mundur tapi kini masuk lagi ke Senayan. Pertanyaan orang awam adalah apakah mungkin dia menjadi wakil rakyat tanpa dikaitkan dengan posisi bapaknya.
Berbagai kasus yang terjadi pada era Soeharto dan terulang kali pada pada masa pemerintahan demi pemerintahan berikutnya adalah jika Soeharto dianggap mempunyai " dosa-dosa" besar terhadap rakyat dan negara ini, maka kenapa hal serupa tetap saja terjadi. Karena itu kemudian, muncul canda bahwa jika pada zaman Soeharto korupsi terjadi" dibawah meja" maka kini korupsi terjadi sambil membawa sekaligus mejanya.
Tanpa bermaksud membela atau mengagungkan era Soeharto maka tentu masyarakat berharap bahwa jika pada masa pemerintahan Soeharto terjadi penyalahgunaan jabatan jabatan maka seharusnya ulak tak terpuji itu sama sekali tidak dilakukan lagi pada era-era berikutnya.
Karena rakyat akan segera memiliki presiden dan wakil presiden yang baru maka tentu " dosa atau kesalahan"di era Soeharto jangan terjadi lagi karena yang paling terkena dampaknya adalah rakyat yang ratusan juta jiwa yang beban hidupnya kini semakin berat.