Pangkalpinang (ANTARA) -
Pemerintah melalui Kementerian ESDM dan Kementerian Perdagangan terus berbenah melalui berbagai regulasi yang dikeluarkan. Setiap pelaku usaha pertambangan timah harus memiliki laporan cadangan mineral yang terkandung dalam Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan dituangkan dalam Rencana Kerja Anggaran Belanja (RKAB) sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2018.
"Mengacu pada regulasi, RKAB ini tentunya dilakukan verifikasi terutama terkait laporan cadangan untuk membuktikan asal usul barang," kata Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk Amin Haris Sugiarto di Pangkalpinang, Rabu.
Menurut dia cadangan harus dibuat oleh Competent Person (CP), dan CP bertanggung jawab secara hukum bahwa laporan yang dibuatnya adalah benar. Laporan cadangan inilah yang sebetulnya membuktikan asal usul barang.
"Jika proses laporan cadangan mineral tersebut tidak dilakukan, seharusnya pengajuan verifikasi RKAB tidak bisa disahkan. Ini akan berdampak pada aktivitas ekspor tersebut," ujarnya.
Ia menduga ekspor yang selama ini dilakukan beberapa perusahaan smelter hanya mengacu pada verifikasi asal usul barang berdasarkan kepemilikan IUP saja.
"Sebagai salah satu pemilik lahan konsesi tambang terbesar di Bangka Belitung, seharusnya PT Timah memiliki prosentase kontribusi paling besar terhadap ekspor timah Indonesia," katanya.
Ia mengatakan produksi bijih timah pada 2018 mencapai 44.514 ton atau mengalami kenaikan sebesar 42,77 persen dibandingkan tahun sebelumnya 31.178 ton. perolehan produksi bijih timah 2018 yang mencapai 44.514 ton tersebut 49,90 persen diantaranya berasal dari penambangan di laut (offshore) dan sisanya sebesar 50,10 persen berasal dari darat (onshore).
Sementara itu, produksi logam timah sampai dengan akhir 2018 tercatat 33.444 Mton atau naik 10,56 persen dibandingkan periode yang sama 2017 sebesar 30.249 Mton
"Perseroan memiliki brand influence yang besar di industri timah internasional, diantara produknya yang terdaftar di London Metal Exchange (LME) yaitu Banka dan Kundur," ujarnya.