Jakarta (Antara Babel) - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo membantah adanya pemberitaan bahwa pihaknya akan mencabut peraturan daerah (qanun) tentang kewajiban menggunakan jilbab bagi wanita muslim di Aceh.

Seperti dikutip dari laman Kementerian Dalam Negeri, Mendagri dalam sambutannya di acara Rakornas Biro Hukum di Jakarta, Kamis, mengatakan ada kesalahpahaman media sehingga informasi yang disampaikan berbeda.

Mendagri hanya mengungkapkan agar daerah lain tak meniru kebijakan daerah otonomi khusus seperti Aceh.

"Saya cuma meminta agar daerah lain tidak membuat peraturan sama seperti Aceh. Misalnya, Surabaya bikin perda soal wajib berjilbab. Kalau Aceh tak mengapa, karena memang daerah syariat Islam," kata Tjahjo.

Ia mengatakan, Aceh merupakan daerah otonomi khusus yang menerapkan syariat Islam sehingga perda penerapan syariah Islam diimplementasikan di daerah tersebut.

Hal itu berbeda dengan daerah lain.

Untuk itu, ia menegaskan pernyataan soal larangan perda syariah itu, apalagi sampai mencabut peraturan daerah (Perda) Aceh dinilai memelintir berita.

Ia juga menilai Aceh memiliki toleransi dengan agama lain.    
   
Penggunaan jilbab diberlakukan kepada wanita muslim, sedangkan, wanita nonmuslim yang tinggal atau datang ke Aceh tidak diikat dengan aturan tersebut.

"Mereka hanya diminta berpakaian sopan," katanya.

Kemendagri sekarang ini memang tengah gencar mengarahkan agar pemerintah provinsi serta kabupaten/kota memangkas perda yang dianggap bermasalah.

Namun hal tersebut lebih kepada peraturan yang bersifat menghambat investasi serta perizinan publik.

Dicontohkan, peraturan yang menjadi kendala pembangunan listrik sehingga memakan waktu lama. Hal itu harus dihapus. Begitu pula dengan perizinan publik untuk membuat KTP, akte lahir, kartu keluarga.

"Jadi bukan soal perda Aceh yang mewajibkan penggunaan jilbab. Itu hanya plintiran saja," kata Tjahjo.

Pewarta: Muhammad Arief Iskandar

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016