Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menggencarkan penghijauan di kolong atau bekas penambangan bijih timah sebagai langkah memitigasi bencana banjir dan kekeringan di daerah itu.
"Kegiatan penanaman pohon ini merupakan bagian dari pengurangan risiko atau mitigasi kebencanaan," kata Kepala BPBD Provinsi Kepulauan Babel Mikron Antariksa saat menghadiri penanaman pohon peringatan Hari Air Dunia di Pangkalpinang, Senin.
Ia mengatakan penanaman pohon di kolong bekas penambangan bijih timah, sungai dan pesisir pantai ini sangat penting dalam memitigasi bencana khususnya banjir. Sebab Kota Pangkalpinang pada 2016 terjadi banjir yang sangat besar dan 2019 juga terjadi banjir sebanyak 90 kali.
"Banjir pada 2016, seluruh Kota Pangkalpinang terendam banjir dengan ketinggian air mencapai empat hingga lima meter, sehingga perlu upaya-upaya agar tidak terjadi lagi banjir dahsyat tersebut," katanya.
Menurut dia, urusan pelestarian alam ini bukan masalah kecil, karena menyangkut masa depan anak, cucu dan cicit di negeri penghasil bijih timah terbesar di dunia ini.
"Saat kita menanam pohon itu, kita sedang menanam doa, harapan dan kinerja untuk keberlanjutan hidup generasi mendatang," ujarnya.
Ia menyatakan saat ini dampak dari penebangan pohon liar dan pengrusakan lingkungan sudah dirasakan seperti krisis air saat musim kemarau dan banjir saat musim hujan, karena lingkungan kawasan hutan-hutan, sungai dan resapan air yang rusak.
"Kami berharap masyarakat tidak lagi asal tebang pohon atau menambang timah secara ilegal yang akan merusak lingkungan daerah ini," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
"Kegiatan penanaman pohon ini merupakan bagian dari pengurangan risiko atau mitigasi kebencanaan," kata Kepala BPBD Provinsi Kepulauan Babel Mikron Antariksa saat menghadiri penanaman pohon peringatan Hari Air Dunia di Pangkalpinang, Senin.
Ia mengatakan penanaman pohon di kolong bekas penambangan bijih timah, sungai dan pesisir pantai ini sangat penting dalam memitigasi bencana khususnya banjir. Sebab Kota Pangkalpinang pada 2016 terjadi banjir yang sangat besar dan 2019 juga terjadi banjir sebanyak 90 kali.
"Banjir pada 2016, seluruh Kota Pangkalpinang terendam banjir dengan ketinggian air mencapai empat hingga lima meter, sehingga perlu upaya-upaya agar tidak terjadi lagi banjir dahsyat tersebut," katanya.
Menurut dia, urusan pelestarian alam ini bukan masalah kecil, karena menyangkut masa depan anak, cucu dan cicit di negeri penghasil bijih timah terbesar di dunia ini.
"Saat kita menanam pohon itu, kita sedang menanam doa, harapan dan kinerja untuk keberlanjutan hidup generasi mendatang," ujarnya.
Ia menyatakan saat ini dampak dari penebangan pohon liar dan pengrusakan lingkungan sudah dirasakan seperti krisis air saat musim kemarau dan banjir saat musim hujan, karena lingkungan kawasan hutan-hutan, sungai dan resapan air yang rusak.
"Kami berharap masyarakat tidak lagi asal tebang pohon atau menambang timah secara ilegal yang akan merusak lingkungan daerah ini," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024