Lembaga Sensor Film Republik Indonesia (LSF RI) memberi literasi dan edukasi hukum bidang perfilman dan penyensoran di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) untuk memberi pemahaman kepada para pembuat atau produsen film dan film mereka di daerah itu.

Wakil Ketua LSF RI, Ervan Ismail di Pangkalpinang , Rabu mengatakan film menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dunia hiburan sehingga LSF butuh mitra dan teman untuk memberikan literasi hukum kepada para pembuat atau produsen film.

Oleh karena itu bagaimana ketentuan yang ada di negara kita, apa yang boleh, tidak boleh dan mana yang harus di samar-samarkan jika membuat dan memproduksi film itu harus diketahui para film maker. 

"Kita menghindari jangan sampai memproduksi film itu berdampak buruk di masyarakat karena saat ada film, maka akan ada konten kreator dan YouTuber yang akan membuatnya viral," ujarnya.

Menurutnya dalam satu tahun ada 41ribu judul film dan iklan yang sudah di sensor oleh LSF RI, bahkan itu pun banyak yang lolos. Dan produksi film di Bangka Belitung lebih baik dibanding daerah lainnya karena meski yang diproduksi adalah film horor, tapi tetap mengemas budaya-budaya lokal yang cocok dengan usianya sehingga ikut di populerkan oleh masyarakat.

"Saya sudah menonton 2 film layar lebar dari Babel dan yang saya bandingkan artinya film Babel lebih baik dari daerah lain karena banyak film-film itu diproduksi oleh produsen dari Jakarta dan film yang datang dari lokal itu sering film dokumenter," ujarnya.

Ia menambahkan, oleh karena itu LSF RI hadir di Pangkalpinang untuk menunjukkan bagaimana peran LSF RI memajukan perfilman di Indonesia, terutama di kota Pangkalpinang karena film-film di Bangka juga sudah ada yang disensorkan itu film layar lebar.

"Kita harapkan para film maker mampu membuat film yang punya kreatifitas dan nilai jual tinggi namun tidak mengabaikan potensi-potensi pelanggaran dari dampak negatif film itu sendiri yang nanti menimbulkan penolakan atau kontroversi di masyarakat.

Ervan menambahkan,  ketika perfilman tumbuh maka dengan begitu ekonomi dan artis-artis lokal akan tumbuh dan turut memperkenalkan daerahnya seperti dari film laskar pelangi itu dampak ekonominya luar biasa.

LSF RI ingin semua karya film itu bisa dipertunjukkan ke semua masyarakat sesuai usia yang pantas menontonnya karena ada usia 13 tahun, 17 tahun dan 21 tahun. Dan ini yang perlu diperhatikan para film maker bagaimana membuat film yang cocok sesuai usianya sehingga ketika ditayangkan akan mendapat respon positif di masyarakat.

"Kita sadar betul bahwa potensi para film maker itu ada di seluruh Indonesia, tidak hanya di kota-kota besar dan itu sekarang film-film dimana saja bisa ditayangkan, tidak hanya di televisi atau bioskop sehingga LSF merasa penting hadir dikota-kota di seluruh Indonesia," ujarnya.

Pewarta: Elza Elvia

Editor : Bima Agustian


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024