Pangkalpinang (Antara Babel) - Pedagang sayur mayur di sejumlah pasar tradisional Kota Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung, kesulitan menambah stok cabai sehingga harga melambung tinggi.


"Pascaerupsi Gunung Kelud di Jawa Timur, kami tidak lagi mendapatkan pasokan dari cabai dan sayur mayur lainnya karena petani di daerah itu gagal panen," kata seorang pedagang, Toni di Pangkalpinang, Kamis.


Ia mengatakan, saat ini harga cabai merah keriting Rp38 ribu naik dari harga Rp28 ribu per kilogram, sedangkan harga cabai rawit hijau Rp60 ribu naik dari harga Rp40 ribu per kilogram dan cabai rawit merah Rp65 ribu naik dari harga Rp45 ribu per kilogram.


"Kenaikan harga cabai ini juga karena biaya kirim yang tinggi dibanding sebelumnya karena daerah yang biasa mengirim pasokan mengalami bencana alam sehingga mereka mengalami gagal panen," ujarnya.


Ia mengatakan, hasil petani lokal belum dapat mencukupi permintaan konsumen sehingga banyak agen cabai mendatangkan pasokan dari luar daerah dan salah satu pasokan yang banyak datang dari daerah Jawa.


"Saat ini pasokan cabai dari daerah Jawa sangat sulit didapat bahkan terkadang tidak ada sama sekali sehingga agen mendatangkan pasokan itu dari Sulawesi untuk mencukupi permintaan konsumen sebab hasil dari petani lokal belum dapat mencukupi permintaan warga," katanya.


Demikian juga dengan Rudi, seorang pedagang lainnya di daerah itu yang mengakui harus mengeluarkan biaya yang cukup tinggi untuk pengiriman pasokan cabai itu dibanding sebelumnya karena daerah pengiriman pasokan lebih jauh dibanding sebelumnya.


Ia mengatakan, saat ini untuk mendapatkan pasokan dari luar harus mengeluarkan biaya yang tinggi dibanding sebelumnya karena pasokan dari daerah Jawa sulit didapat seiring terjadinya bencana alam di daerah itu.


"Saat ini harga cabai naik karena biaya pengiriman yang tinggi dibanding sebelumnya dan harga ini mungkin akan bertahan selama pasokan dari Jawa sulit didapat pascaerupsi Gunung Kelud," ujarnya.

Pewarta: Pewarta: Mulki

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014