Bengkulu (ANTARA) - "Kalau yang sifatnya berjualan itu memang sudah kami lakukan sejak awal berkeluarga. Mulai dari warung kecil, menjual pucuk ubi, jual kacang tojin sudah biasa dilakukan. Rasanya masih ada uang yang belum ditagih waktu itu," kata Junaidi membuka obrolan kami, Rabu (17/7).
Pagi itu matahari baru akan transit melewati meridian langit. Kira-kira dua jam lagi menuju masuknya waktu zuhur. Junaidi yang pernah memimpin daerah dengan luas 19,788,70 kilometer persegi ini masih berusaha mengingat-ingat kembali masa awal merintis hidup.
Sambil melanjutkan cerita, kedua tangannya sesekali membersihkan sisa-sisa beras yang berserakan di atas meja. Sedari pagi sudah dua karung beras berbobot 100 kilogram yang disalinnya ke beberapa kantong plastik.
"Waktu itu sekira tahun 1995 atau 1996-an," ia kembali berkisah. Tahun tersebut adalah lembaran awal kisah hidupnya. Masa-masa pahit, getir, sedu dan sedan awal pernikahan pria bernama lengkap Junaidi Hamsyah atau yang akrab disapa UJH ini bersama istrinya Honiarti.
Singkatnya, kisah berjualan kecil-kecilan untuk menyambung hidup itu baru berhenti sekitar tahun 2000. Persisnya setelah ia diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Ia diangkat menjafi guru mata pelajaran pendidikan agama Islam di MTS Negeri.
Rasanya tak ada yang istimewa dari kisah yang diceritakan ini. Hampir setiap orang yang baru memulai berumah tangga dipastikan akan mengalami masa-masa sulit. Bukan hanya UJH dan Honiarti saja, ratusan bahkan mungkin ribuan rumah tangga baru akan mengalami hal serupa.
Nampaknya UJH memahami situasi pembicaraan yang mulai membosankan ini. Ia mengambil dua gelas air mineral dari dalam kardus yang berada di sebelah meja kasir. "Ayo diminum dulu," katanya mempersilahkan kami minum. Situasi pun berubah sesaat. Raut wajahnya kembali senyum.
Kisah perjuangan hidup yang diceritakan UJH tadi seolah-olah membenarkan bahwa ada kesamaan antar tokoh masyarakat, pengusaha sukses atau bahkan pejabat. Mereka sama-sama mengalami masa-masa sulit.
Yang menarik justru kisah yang dialami UJH dan istrinya saat ini. Mantan orang nomor satu di Provinsi Bengkulu itu setiap harinya kini menghabiskan waktu dari pagi hingga malam menjaga warung beras berukuran sekitar 8x10 meter persegi.
UJH dan istri yang dulunya dikawal ajudan, dilayani oleh para pembantu dan asisten, menikmati fasilitas yang melekat pada seorang gubernur kini harus menjaga diri mereka sendiri. Bahkan setiap hari mereka harus melayani para pelanggan yang ingin membeli beras dan bahan pokok lainnya.
Apa yang dijalani UJH dan istri hari ini berbanding terbalik dengan apa yang dialaminya pada tahun 2010 saat menjadi Wakil Gubernur Bengkulu mendampingi Agusrin M Najamudin.
Kemudian pada tahun 2012 saat ia resmi dilantik oleh Menteri Dalam Negeri waktu itu Gumawan Fauzi menjadi Gubernur Bengkulu definitif menggantikan Agusrin yang terjerat korupsi.
"Apa yang mau saya citrakan? Anak saya dua orang sedang kuliah, mereka butuh biaya untuk itu," katanya menjawab tudingan kami yang menyebut jualan beras yang dilakoninya kini hanya sekedar pencitraan belaka.
Apa yang dijalani UJH dan istri hari ini pantas untuk dipertanyakan. Terlebih informasi UJH berjualan beras secara cepat tersebar di dunia maya. Padahal, toko beras bernama "Beras Bunda Caca" yang berada di pinggir jalan Depati Payung Negara kawasan Pagar Dewa itu diakui baru dibuka selama dua pekan.
Rasanya untuk ukuran seorang mantan gubernur yang baru selesai menjabat kurang lebih empat tahun, UJH terlalu cepat jika dikatakan melarat.
Akan tetapi dari keterangannya, ia mengaku tidak punya cukup modal untuk membuka usaha besar atau berinvestasi pada perusahaan besar. Ia merasa cukup dengan usahanya sekarang. Ia juga tidak gengsi berjualan beras meski berstatus sebagai mantan gubernur.
Bahkan ia tidak merasa malu harus menyiapkan beras untuk pelanggan dan menggotong beras ke mobil pelanggannya.
"Logikanya saya ingin berinvestasi pada perusahaan besar, lah kalau kita tidak punya modal apa yang mau kita investasi. Hanya sebatas ini kita punya modal ya kenapa harus malu untuk memulai usaha," sanggahnya.
Disisi lain, UJH mengaku banyak mendapat pelajaran saat menjalani masa tahanan selama beberapa tahun di Rumah Tahanan (Rutan) Bengkulu. Ia mengaku kasus penyalahgunaan kekuasaan yang dituduhkan pada dirinya tersebut menjadi titik tolak untuk merenung dan memperbaiki diri.
Selain menghabiskan waktu bersama keluarga dan berjualan beras, UJH juga masih aktif memberikan ceramah keagamaan ke masyarakat.