Koba (Antara Babel) - Madu Pelawan di hutan wisata Desa Namang, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung diminati wisatawan dari luar daerah karena rasanya berbeda dibanding madu yang lainnya.
Alice, seorang wisatawan dari Jakarta yang sengaja datang ke hutan Pelawan Desa Namang, Minggu, mengaku sering memesan madu pahit tersebut melalui online karena dengan rasanya yang pahit berkhasiat lebih tinggi untuk obat dibanding madu manis.
"Saya datang ke hutan wisata madu pelawan ini juga ingin melihat secara langsung hutan penghasil madu ini dan cara memanennya," ujarnya.
Ia mengaku tertarik melihat hutan yang ditumbuhi kayu pelawan itu bergelantungan sarang lebah yang menghasilkan madu pahit.
"Ternyata cara memanen madu pahit ini cukup unik yaitu dilakukan pengasapan untuk mengusir lebah dan kemudian baru sarangnya diperas untuk diambil madunya," ujarnya.
Selain itu kata dia, hutan wisata madu pelawan ini benar-benar eksotis sehingga membuat dirinya betah berlama-lama di kawasan hutan tersebut.
"Hutannya sangat menarik, tidak ditemukan di daerah lain. Kemudian lebih menarik lagi, kawasan wisata ini dikelola pihak desa," ujarnya.
Sementara Kepala Desa Namang Zaiwan mengatakan, hutan pelawan tempat penangkaran madu pahit tersebut terdapat seluas 200 hektare yang awalnya hanya hutan liar dipenuhi sarang madu.
"Bunga kayu pelawan yang rasanya pahit tersebut dihisap lebah yang menghasilkan madu pahit sehingga disebut madu pelawan," ujarnya.
Ia menjelaskan, untuk mendapatkan madu pahit lebih sulit dibanding madu manis karena dipanen berdasarkan musim.
"Madu pelawan ini hanya dipanen sekali dalam setahun, itupun produksinya lebih sedikit dibanding madu manis sehingga harganya lebih mahal," ujarnya.
Ia menjelaskan, harga madu pahit mencapai Rp200 ribu per botol sedangkan madu manis hanya Rp80 ribu per botol.
"Peminat madu pahit juga lebih banyak, tidak hanya dalam daerah tetapi pemesannya juga berdatangan dari luar daerah," ujarnya