Jakarta (Antara Babel) - Variabilitas iklim El Nino di wilayah Indonesia, yang disebabkan bergesernya "kolampanas" di perairan Samudera Pasifik sepanjang Katulistiwa ke arah timur, memperlihatkan gejala semakin menguat dari Juli hingga September 2015.
Prakiraan ini dipantau oleh Pusat Pemantauan NCEP-NOAA di AS, JAMSTEC di Jepang, Biro Meteorologi Australia dan BMKG Indonesia.
"El Nino yang menguat tersebut berakibat kemarau panjang, masa paceklik, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, meningkatnya penyakit demam berdarah, namun di berbagai daerah justru panen ikan," kata Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) Andi Eka Sakya pada Rapat Koordinasi Kemaritiman yang dipimpin Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo di Jakarta, Selasa, 28 Juli 2015.
Akibat El Nino dikawatirkan sejumlah daerah yang selama ini menjadi lumbung pangan terancam gagal panen, yang pada akhirnya ketersediaan stok pangan ikut terganggu.
Presiden Joko Widodo perlu memimpin rapat terbatas yang membahas antisipasi kekeringan sebagai dampak El Nino dan upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.
"Dampak El Nino pada level yang betul-betul kita perhatikan," kata Presiden Jokowi saat memimpin rapat di Kantor Kepresidenan Jakarta, Jumat (31/7).
Rapat diikuti Wakil Presiden Jusuf Kalla, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti, Menko Maritim Indroyono Soesilo, Menko Perekonomian Sofyan Jalil, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dan beberapa menteri Kabinet Kerja lainnya.
Presiden memperkirakan dampak El Nino akan menguat pada Agustus hingga Desember 2015 yang akan mengakibatkan kekeringan di beberapa daerah.
"Kekeringan sudah mulai tampak di Jawa, Sulawesi, Lampung, Bali, NTT. Ini dipantau dari peta monitoring, wilayah itu sudah mulai kering pada bulan Mei," ungkap Presiden.
Presiden meminta para menteri dan lembaga terkait untuk mencarikan jalan keluar untuk mengantisipasi dampak El Nino terhadap kekeringan.
"Oleh sebab itu pada sore ini akan kita bahas dan carikan jalan keluar, terutama kewaspadaan terhadap titik 'hot spot' dan potensi kebakaran (hutan dan lahan) yang harus diwaspadai pula," kata Presiden.
Jokowi menegaskan bahwa pemerintah harus menyelamatkan kehidupan para petani, nelayan dan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan akibat El Nino ini.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sedikitnya 102 kabupaten di Indonesia mengalami kekeringan karena ketersediaan air yang tidak mencukupi serta akibat musim kemarau.
Kepala Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan kebutuhan air di wilayah tersebut mengalami defisit sekitar 20 miliar meter kubik sudah cukup lama.
"Saat ini, kekeringan telah melanda 16 provinsi yang meliputi 102 kabupaten-kota dan 721 kecamatan di Indonesia hingga akhir Juli 2015," kata Sutopo melalui pesan singkat.
Ke-16 provinsi tersebut adalah Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bengkulu, Papua, dan Nusa Tenggara Timur.
Kemudian Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Lampung, Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, serta Bali.
"Kekeringan paling banyak terjadi di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Selatan dan Bali," tambahnya.
Kekeringan tersebut juga berdampak pada 111 ribu hektare lahan pertanian dan diperkirakan kondisi tersebut semakin meluas.
Dia menjelaskan kondisi kekeringan di Tanah Air sebenarnya sudah terjadi sejak lebih dari satu dasawarsa lalu.
"Bahkan berdasarkan kajian Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) di 2003, ada 92 kabupaten-kota di Pulau Jawa yang mengalami defisit air selama satu hingga delapan bulan, dimana 38 di antaranya mengalami defisit air lebih dari enam bulan setiap tahunnya. Itulah yang menyebabkan kekeringan pasti terjadi," jelasnya.
Upaya Penanggulangan
Guna mengantisipasi El Nino, Kementerian Pertanian segera menyelesaikan pembangunan 1.000 embung air dan upaya memanfaatkan sawah tadah hujan seluas 2,8 juta hektar untuk tanaman palawija.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memantau bahwa dari 16 waduk yang beroperasi, saat ini ada lima waduk yang sudah mengalami defisit air, oleh sebab itu pemanfaatan 761 unit pompa air diseluruh Indonesia segera dimaksimalkan.
Sedang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengoptimasikan operasi pemadaman kebakaran lahan dan hutan melalui operasi pemboman air dari udara serta menguji coba wahana pemadaman kebakaran hutan menggunakan cairan retardant kimia.
Saat ini PT. Pindad tengah mengujicoba amunisi retardant kimia pemadam api untuk Tank Amfibi PT-76 dan meriam kaliber 105 mm guna dipakai untuk pemadaman kebakaran hutan.
Juga tengah dirintis kerja sama dengan Turki untuk memanfaatkan Tank BMP Korps Marinir sebagai kendaraan taktis pemadam kebakaran hutan.
Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Mudjiadi, mengatakan pemerintah melalui kementeriannya mengantisipasi gejala kekeringan yang diperkirakan bakal terjadi di berbagai daerah pada musim kemarau tahun 2015 akibat fenomena El Nino.
"Untuk menghadapi kekeringan, pihaknya sudah melakukan beberapa antisipasi sesuai dengan kondisi di lapangan," katanya.
Menurut Mudjiadi, di bidang irigasi, pihaknya bakal melihat apakah aliran air masih lancar dan bila tidak dapat naik maka akan dilengkapi dengan pompa.
Selanjutnya, ujar dia, apabila airnya cukup namun tidak memenuhi semua wilayah maka akan dilakukan efisiensi penggunaan air yang dilakukan melalui sistem pergiliran dalam penggunaan air dan teknologi hemat air. Sedangkan untuk waduk terkait dengan penyediaan air baku, Mudjiadi mengatakan pihaknya akan mengadakan operasi waduk kering.
Hal itu bermakna bahwa air baku yang terdapat di dalam waduk akan diprioritaskan untuk keperluan air minum, irigasi dan industri.
"Di luar keperluan itu kami stop dulu. Jadi tujuan utamanya saja kita dahulukan," kata Dirjen Sumber Daya Air.
Berdasarkan data per 30 Juni 2015, dari 16 waduk utama terdapat lima waduk yang mengalami defisit yaitu Waduk Keuliling di Aceh, Batutegi di Lampung, Saguling di Jawa Barat, Wonogiri di Jawa Tengah dan Waduk Bening di Jawa Timur.
Mudjiadi mengatakan bahwa saat ini selalu dilakukan pemantauan intensif terhadap ketersediaan air di waduk untuk mengetahui tingkat kekeringan melalui monitoring elevasi muka air waduk.
"Dalam upaya penanggulangan bencana kekeringan saat ini telah tersedia 761 unit pompa air untuk membantu suplai air yang tersebar di11 Balai Wilayah Sungai walaupun Balai Besar Wilayah Sungai Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di seluruh Indonesia," katanya.
Selain itu, ujar dia, suplai air bersih melalui mobil tangki dan hidran umum juga dilakukan pada daerah-daerah yang mengalami krisis air bersih.
Hal tersebut dilakukan dengan koordinasi dengan sektor lainnya yang terkait dengan rangka antisipasi bencana dan anomali iklim.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan luas lahan persawahan yang mengalami kekeringan tahun ini mengalami penurunan sebesar 102.000 hektare dibandingkan tahun lalu.
Pada periode Oktober 2013 - Juli 2014, tambahnya, luas areal persawahan yang mengalami kekeringan mencapai 159.000 ha secara nasional sedangkan selama periode Oktober 2014 - Juli 2015 hanya sebesar 57.000 ha. "Jadi ada areal persawahan yang berhasil kita selamatkan seluas 102.000 ha dari ancaman kekeringan," katanya.
Amran Sulaiman mengatakaan saat ini ada anggaran Rp100 miliar untuk membangun embung sebagai salah satu cara untuk mengantisipasi kekeringan. Pembangunan embung itu akan dilakukan di daerah-daerah endemik kekeringan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Ia mengatakan ada kurang lebih 200.000 hektare lahan pertanian yang merupakan daerah endemik kekeringan yang mana seluas 25.000 hektare terancam gagal panen.
Ia mengatakan dalam mengantisipasi kekeringan akibat gelombang panas atau el nino, pemerintah menyiapkan anggaran setelah direvisi sebesar Rp880 miliar.
Pihaknya telah memgantisipasi kekeringan dengan membangun irigasi di daerah endemis kekeringan, pompanisasi dan membagikan pompa air kepada petani.
"Kekeringan sudah kita antisipasi lebih awal sejak Januari dengan membangun irigasi, membagikan pompa kemudian alat mesin pertanian, traktor tangan dan perbaikan-perbaikan infrastruktur lainnya," tuturnya.
Dengan adanya bantuan alat-alat pendukung pertanian tersebut, diharapkan ketahanan pangan nasional tetap terjaga.