Mentok, Babel (ANTARA) - Bupati Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengajak masyarakat untuk memaknai Idul Fitri 1443 Hijriah sebagai salah satu momentum tepat dalam meningkatkan kualitas hidup.
"Ibadah puasa selama satu bulan penuh adalah sebuah pendidikan bagi kita umat Islam untuk meningkatkan kualitas ibadah, memerangi hawa nafsu, dan meningkatkan keimanan kita kepada Allah SWT," kata Bupati Bangka Barat Sukirman saat memberikan sambutan pada kegiatan Shalat Idul Fitri 1443 hijriah yang digelar di Lapangan Gelora Mentok, Senin.
Ia mengajak setelah Ramadhan masyarakat mengimplementasikan semangat kemenangan dalam kehidupan sehari-hari, dalam segala pekerjaan dan pengabdian yang dilandasi niat ibadah.
Ia mengajak seluruh warga di daerah itu menjadikan momentum kemenangan ini sebagai pendidikan dan motivasi untuk bekerja lebih baik lagi di hari-hari mendatang.
Sementara itu, Agus Sunawan yang bertindak sebagai khatib shalat Idul Fitri mengajak masyarakat untuk memaknai Idul Fitri sebagai sebuah kebahagiaan dan kemenangan di mana takbir, tahmid, dan tahlil berkumandang di berbagai penjuru dunia.
Dalam catatan sejarah, pelaksanaan hari raya Idul Fitri berawal pada tahun ke dua Hijriah. Saat itu kaum Muslimin mendapatkan kemenangan besar dalam perang Badar. Perayaan kemenangan yang diraih umat Islam pada waktu itu, secara tidak langsung merayakan dua kemenangan, yakni kemenangan atas paripurna menjalankan kewajiban puasa di bulan Ramadhan dan kemenangan perang.
Dalam tradisi bangsa Indonesia, hari raya Idul Fitri dikenal dengan lebaran, para ahli bahasa menyebut bahwa kata Lebaran salah satunya berasal dari bahasa Jawa yakni "lebar" yang memiliki arti selesai.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata lebaran dimaknai sebagai hari raya umat Islam yang jatuh pada 1 Syawal setelah selesai menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadhan.
"Makna ini selaras dengan kenyataan, bahwa pada hari Lebaran, kita sudah selesai menjalankan kewajiban berpuasa dan mewujudkannya dalam bentuk perayaan kebahagiaan sebagai wujud syukur kepada Allah SWT," katanya.
Kebahagiaan yang dirasakan tentu kurang lengkap jika dirayakan sendiri, kebahagiaan akan terasa lebih nikmat jika bisa dirayakan dengan berkumpul bersama orang-orang yang dicintai. Hal inilah yang memunculkan sebuah tradisi ritual mudik, sebuah tradisi berisikan kerinduan di tanah rantau untuk pulang melihat kembali tanah kelahiran.
Menurut dia, mudik merupakan tradisi luhur untuk kembali berkumpul dengan keluarga, mengingat kembali masa kecil sekaligus bersimpuh sungkem dalam pelukan orang tua.
Mudik tidak hanya memiliki dimensi makna sekedar pulang kampung, namun di dalamnya terkandung dimensi spiritual yang nilainya tidak bisa diukur dengan materi dunia.
"Kecanggihan teknologi seperti telepon, media sosial, maupun video call juga tidak mampu menggantikan kualitas pertemuan langsung dengan sanak kerabat kita di kampung halaman," ujarnya.
Menurut Agus, hakikat mudik adalah kembali ke pangkuan orang tua, sosok paling berjasa yang melahirkan, yang telah menjadi pahlawan kesuksesan kehidupan.
"Orang tua adalah sosok yang harus kita cintai, hormati, dan patuhi. Mereka adalah jimat keramat sakral, sumber kesuksesan kehidupan kita di dunia," katanya.