"Diperlukan upaya dan intervensi bersama yang terintegrasi dalam menekan angka kasus stunting," kata Asisten II Sekretaris Daerah Kabupaten Bangka Tengah Elly Irsyah saat membuka kegiatan sosialisasi rencana aksi daerah (RAD) penanganan kasus stunting di Koba, Selasa.
Sosialisasi stunting yang diikuti 62 peserta perwakilan dari seluruh organisasi perangkat daerah itu, sebagai komitmen pemerintah dalam menekan kasus stunting yang hingga sekarang tercatat 3,31 persen.
Kegiatan ini sebagai tindak lanjut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
"Dalam perpres itu disebutkan bahwa untuk menangani stunting secara holistik dan berkualitas diperlukan koordinasi, sinergi dan sinkronisasi di antara pemangku kepentingan," jelasnya.
Ia berharap, setelah sosialisasi tersebut dapat ditindaklanjuti dengan menyiapkan regulasi dan progres yang tepat untuk menekan kasus stunting.
"Kita juga sudah ada tim penanganan kasus stunting, tentu ini sebagai bentuk keseriusan kita dalam menekan angka kasus stunting," katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Bangka Tengah dr Anas Maarif mengatakan angka prevalensi atau tingkat penyebaran stunting pada balita di Bangka Tengah mencapai 3,31 persen dengan lokus stunting di 13 desa dari enam kecamatan di daerah itu.
Lokus stunting di 13 desa di antaranya Batu Belubang, Belilik, Desa Tanjung Gunung, Lubuk Pabrik, Kulur Ilir, Sungai Selan, Sungai Selan Atas, Sarang Mandi, Romadhon, Tanjung Pura, Keretak Atas, Melabun, dan Kerantai.
"Stunting adalah kondisi di mana tinggi badan anak lebih pendek dibanding tinggi badan anak seusianya yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis dengan manifestasi kegagalan pertumbuhan yang dimulai sejak masa kehamilan hingga anak berusia 2 tahun," katanya.
Menurut dia, kekurangan gizi pada masa janin dan usia dini akan berdampak pada perkembangan otak, rendahnya kemampuan kognitif yang akan memengaruhi prestasi sekolah dan lainnya.
Stunting disebabkan oleh faktor multidimensi antara lain praktik pengasuhan yang tidak baik, terbatasnya layanan kesehatan, kurangnya akses ke makanan bergizi, kurangnya akses akhir bersih dan sanitasi, sehingga penanganan perlu dilakukan multi sektor.
“Sayangnya stunting ini acapkali terlambat dikenali, baru dapat dilihat setelah dua tahun," ujarnya.