Jakarta (ANTARA) - Menteri Perdagangan RI, Zulkifli Hasan berpesan agar Badan Pengawas Perdagangan Komoditi (Bappebti) senantiasa secara terus-menerus menelurkan strategi kebijakan yang proaktif, responsif dan antisipatif terhadap dinamika perekonomian dan perdagangan global yang penuh ketidakpastian. Peran Bappebti harus diperkuat, khususnya dalam menyongsong tantangan perdagangan 2023.
Penegasan ini disampaikan Mendag Zulkifli Hasan saat membuka Rapat Kerja Bappebti di Auditorium Kementerian Perdagangan, Jakarta. Rapat kerja tersebut mengambil tema “Penguatan Peran
Bappebti untuk Menyongsong Perdagangan 2023 yang Lebih Tangguh”.
"Kemendag akan semakin proaktif, responsif, dan antisipatif terhadap dinamika perekonomian dan
perdagangan global yang penuh ketidakpastian dengan mengeluarkan berbagai strategi kebijakan yang
tepat sasaran. Kuncinya adalah kolaborasi serta sinergi antarkementerian lembaga dan unit yang ada di Kementerian Perdagangan," kata Mendag Zulkifli Hasan.
Mendag Zulkifli Hasan mengungkapkan, salah satu tugas utama Bappebti pada 2023 adalah melaksanakan Undang undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang ditandatangani Presiden pada Kamis, 12 Januari 2023 lalu.
Dengan adanya UU tersebut, sebagian
kewenangan, tugas, dan fungsi Bappebti terkait pengawasan di industri keuangan telah dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Pengalihan ini sebagai upaya pemerintah dan DPR dalam memfokuskan dan memperkuat fungsi pengawasan industri keuangan di Indonesia untuk melindungi konsumen atau nasabah dari pesatnya
perkembangan. Sekali lagi, saya tekankan bahwa ini merupakan upaya dari Pemerintah dan DPR yang berpandangan ke depan," tegas Mendag Zulkifli Hasan.
UU PPSK terdiri dari 27 bab dan 341 pasal mengamanahkan pergeseran dua kewenangan Bappebti ke OJK, yaitu terkait pengelolaan aset kripto dan perdagangan derivatif. Perpindahan kewenangan merupakan keputusan pemerintah dan DPR agar pengelolaan dan pengawasan terhadap aset kripto dan perdagangan
derivatif dapat terintegrasi dengan pengelolaan keuangan.
Tujuannya, untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya permasalahan dalam stabilisasi sektor keuangan di masa depan. Sebagai tindak lanjut UU tersebut, Bappebti bersama Kementerian Keuangan akan menyusun Peraturan Pemerintah terkait masa transisi.
"Bappebti harus mengoptimalkan peran dan bekerja lebih baik lagi dalam melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan terhadap pelaku usaha serta perbaikan ekosistem usaha. Selain itu, perlu juga untuk disusun langkah strategis dan tepat agar mekanisme pengalihan kewenangan nantinya tidak menimbulkan dampak yang berarti bagi industri dan masyarakat," jelas Mendag Zulkifli Hasan.
Mendag Zulkifli Hasan mengapresiasi insiatif Bappebti atas pembentukan harga referensi komoditas unggulan dan peningkatan kinerja sistem resi gudang (SRG). "Keduanya diharapkan akan menjadi bagian dari upaya untuk menstabilkan harga komoditas serta memberikan manfaat langsung kepada masyarakat,
khususnya petani serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)," imbuhnya.
Sementara Plt Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko menyebutkan pada 2022 Bappebti telah melakukan pengawasan terhadap transaksi senilai lebih dari Rp22 ribu triliun. Transaksi tersebut terdiri dari transaksi perdagangan berjangka komoditas sebesar Rp 22.181,75 triliun dan perdagangan aset kripto sebesar
Rp 296,66 triliun.
Selain itu, Bappebti melakukan pengawasan terhadap perdagangan fisik emas digital senilai Rp 1.976,88 miliar serta timah murni batangan senilai USD 2,36 miliar. Selanjutnya, Bappebti juga melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan SRG dan pasar lelang komoditas. Sepanjang 2022 nilai transaksi SRG tercatat sebesar Rp 1,275 triliun dengan sekitar 20 jenis komoditas dan 165 gudang yang tersebar di 144 kabupaten di 29 provinsi. Terkait pasar lelang, nilai transaksi yang tercatat adalah sebesar Rp 52,5 miliar.
"Besarnya nilai transaksi perdagangan tersebut berpengaruh terhadap peningkatan perekonomian negara
maupun pada penerimaan pajak," ucap Didid.
Bappebti juga turut aktif dalam upaya mewujudkan Indonesia menjadi anggota Financial Action
Task Force (FATF). FATF merupakan suatu keanggotaan negara-negara yang aktif melakukan upaya-upaya
pencegahan pencucian uang. Saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara G20 yang belum menjadi anggota FATF.
"Keanggotaan dalam FATF ini penting untuk meningkatkan kredibilitas Indonesia di mata negara-negara yang akan berinvestasi maupun bertransaksi dengan Indonesia. Bappebti secara aktif mewakili Kementerian Perdagangan bersama PPATK, Kepolisian RI, Kejaksaan, Bank Indonesia dan kementerian lainnya menjawab assesmen yang dilakukan oleh FATF," terang Didid.
Didid memaparkan, Bappebti merencanakan pembentukan harga acuan komoditas (price reference) sesuai
dengan mandat UU 32/1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi pada 2023. Ini disebabkan Indonesia
belum memiliki harga acuan komoditas tertentu padahal merupakan salah satu negara penghasil terbesar beberapa jenis komoditas.
Perdagangan di dalam bursa akan menghasilkan tata kelola perdagangan yang adil dan transparan. Dengan masuk ke dalam bursa, harga yang terbentuk juga tidak ditentukan semata antara pemilik komoditas dan buyer di luar negeri.
"CPO dan karet misalnya, Indonesia merupakan penghasil terbesar dunia namun masih mengambil harga
acuan yang dihasilkan bursa di luar negeri, seperti Malaysia dan Rotterdam. Untuk dapat menjadi harga acuan, maka komoditas tersebut harus masuk ke dalam bursa. Negara akan diuntungkan dengan harga pasar yang wajar dan dapat memberikan keuntungan semua pihak mulai dari petani, pedagang, pengusaha,
bahkan negara dari sisi penerimaan pajaknya," papar Didid.
Didid menambahkan, tugas Bappebti berikutnya adalah mendorong pertumbuhan SRG. SRG merupakan
salah satu alat dalam dunia perdagangan yang menyediakan skema pembiayaan murah dengan agunan komoditas. Namun demikian, skema pembiayaan ini hanya akan berjalan baik jika didukung dengan pemasok (offtaker) yang jelas serta adanya kemudahan dalam mekanisme dan prosedur transaksi.
Pemilik barang akan memanfaatkan mekanisme SRG ini jika diyakini barangnya nanti sudah akan ada yang membeli atau
menampung. Dengan demikian, mekanisme SRG ini dapat digunakan untuk pembiayaan bagi petani yang baru panen dan berharap harga komoditasnya tidak turun.
Selain itu, dapat digunakan UMKM yang ingin melakukan ekspor sebelum barang atau komoditasnya jumlahnya sesuai denga kuota yang diharapkan.
“Kajian kami, petani yang memanfaatkan skema SRG mempunyai penghasilan 1,6 kali lebih baik dari pada yang tidak menggunakan SRG. Kendala utama yang kami temui terkait pelaksanaan SRG adalah rendahnya literasi masyarakat serta pemahaman pemerintah daerah yang tidak optimal atas mekanisme ini," pungkas Didid.*