Pangkalpinang (ANTARA) - Laut adalah harapan kehidupan dunia. Indonesia memiliki strategi ekonomi biru sebagai wujud komitmennya untuk memulihkan kesehatan laut dalam mendukung percepatan ekonomi nasional dan daerah secara berkelanjutan. Laut memberikan jasa sebagai sumber pangan dan kehidupan, jalur konektivitas, maupun pelayanan jasa lainnya.
Terdapat berbagai isu pengelolaan laut di Indonesia yang berpotensi mengancam kelestarian sumber daya kelautan dan lingkungan. Selain itu, ancaman juga mengenai keberlanjutan mata pencaharian masyarakat bidang kelautan, ketahanan pangan dari laut, dan pertumbuhan ekonomi yang bersumber dari pemanfaatan sumber daya kelautan.
Oleh sebab itu, upaya menciptakan laut yang sehat, aman, tangguh, dan produktif untuk kesejahteraan bangsa harus dilakukan.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, mengatakan saat ini KKP fokus untuk mengakselerasi implementasi lima program berbasis ekonomi biru guna menjaga kesehatan ekosistem laut, pemerataan pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir, hingga peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Ekonomi biru menempatkan pertimbangan aspek keberlanjutan ekosistem laut sebagai prioritas dalam menumbuhkembangkan sektor-sektor ekonomi kelautan.
Kelima program strategis tersebut, yaitu penambahan luas wilayah konservasi laut dengan target luas 30 persen, penangkapan ikan terukur berbasis kuota, pengembangan budidaya ikan yang berkelanjutan, pengelolaan dan pengawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta membersihkan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipasi nelayan atau Bulan Cinta Laut.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, salah satu persyaratan dasar perizinan berusaha adalah kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang. Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang laut secara menetap di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi wajib memiliki Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dari Pemerintah Pusat.
PKKPRL untuk menjamin ketaatan pengguna ruang laut terhadap rencana tata ruang laut. PKKPRL sebagai instrumen dasar bagi pemerintah untuk mengontrol penerapan ekonomi biru dalam pengelolaan sumberdaya kelautan.
Proses penilaian dokumen permohonan KKPRL dilakukan berdasarkan rencana tata ruang/rencana zonasi serta memperhatikan kelestarian ekosistem, kepentingan nasional, dan kepentingan masyarakat dan nelayan tradisional. Selain itu, penilaian KKPRL juga mempertimbangkan skala usaha, daya dukung dan daya tampung beserta potensi dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Pasca terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, KKP telah menerbitkan sebanyak 95 dokumen KKPRL untuk berbagai jenis kegiatan di wilayah perairan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang terdiri atas 85 Persetujuan dan 10 Konfirmasi.
KKPRL yang telah diterbitkan meliputi kegiatan berusaha pemasangan instalasi perikanan, kabel bawah laut, terminal khusus, serta pertambangan termasuk di antaranya kegiatan pertambangan bijih timah menggunakan kapal keruk/kapal isap oleh PT Timah, Tbk.
Sakti Wahyu Trenggono mengapresiasi kepada Pemprov Kepulauan Bangka Belitung dan PT Timah Tbk atas perhatiannya untuk mengedepankan aspek keberlanjutan dalam melakukan eksploitasi sumber daya mineral di ruang laut, dan atas upaya yang telah dilakukan untuk merevitalisasi fungsi ekosistem mangrove bersama-sama dengan warga masyarakat dalam kelompok binaan.
"Harapan kita semua adalah terwujudnya laut yang sehat untuk ekonomi yang kuat dan mensejahterakan masyarakat," ujarnya saat berkunjung ke Bangka Belitung.
Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Ridwan Djamaluddin, mengatakan dengan adanya izin PKKPRL menunjukkan perusahaan patuh dan menyesuaikan dengan regulasi. Selain itu, kementerian telah menyikapi ini dengan cara yang cermat supaya kegiatan bisa berjalan bersama-sama.
Dengan ekonomi biru ini semua sektor bisa hidup berdampingan, karena kuncinya menjaga kondisi harmonis kegiatan pertambangan, perikanan, pariwisata dan perlindungan lingkungan lainnya.
"PKKPRL yang dikeluarkan sangat penting memberikan ruang kegiatan pertambangan harus mengikuti tata kelola kaidah pertambangan timah yang baik. Karena, sesungguhnya timah yang ditambang tidak hanya memikirkan generasi masa kini tapi juga generasi masa depan," ucap Ridwan.
Sementara itu, Direktur Utama PT Timah Tbk, Achmad Ardianto, menjelaskan PT Timah Tbk melaksanakan penambangan secara terintegrasi baik di darat maupun di laut. Dalam melaksanakan penambangan PT Timah Tbk juga mengimplementasikan kaidah penambangan yang baik sehingga dapat meminimalisasi dampak lingkungan dari proses penambangan.
PT Timah Tbk mendapatkan mandat dari Pemerintah RI untuk melakukan penambangan timah kelas dunia. Di sisi lain, PT Timah Tbk menyadari teknologi penambangan timah harus terus ditingkatkan. Itulah tantangan dari sisi keselamatan kerja dan keselamatan lingkungan yang harus dihadapi perusahaan tambang ini.
Timah merupakan logam masa depan yang kebutuhannya setiap tahun semakin meningkat. PT Timah Tbk sebagai produsen timah terbesar kedua dunia, akan menentukan laju pertumbuhan perkembangan teknologi secara global.
Pemberdayaan masyarakat pesisir
Terkait dengan aktivitas penambangan, PT Timah Tbk juga melaksanakan reklamasi laut dengan melakukan penenggelaman terumbu karang buatan (artificial reef). Bentuk artificial reef pun beragam seperti rumpon dan coral garden, restocking cumi dan kepiting bakau, serta pemantauan kualitas air laut.
PT Timah Tbk melakukan pula pemberdayaan masyarakat pesisir, seperti melakukan penenggelaman artificial reef bersama kelompok nelayan. PT Timah Tbk adalah bagian dari masyarakat Bangka Belitung. Industri pertambangan timah menjadi sumber ekonomi masyarakat Bangka Belitung.
Oleh karena itu, PT Timah Tbk terus berkomitmen untuk meningkatkan kinerja dan pengelolaan lingkungan agar manfaat dan kehadiran PT Timah Tbk dapat terus dirasakan masyarakat Bangka Belitung pada khususny,a dan Indonesia pada umumnya.
Dengan dukungan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Lingkungan Untuk dan Kehutanan, PT Timah Tbk optimistis bisa mewujudkan pertambangan timah yang inklusif, dalam arti bisa memastikan pertambangan timah dengan aman dan masyarakat bisa mendapatkan manfaat dari keberadaan laut dan bisa berjalan beriringan untuk saling mendukung.
"Tentu bentuk inklusifitas harus kita upayakan semakin hari semakin baik untuk kemajuan bangsa dan negara dan kesejahteraan masyarakat. Kami ingin tumbuh dan berkembang masyarakat," kata Achmad Ardianto.
Terapkan Ocean Accounting
Pakar Ocean Accounting atau Ekonomi Sumber Daya dari IPB, Prof. Akhmad Fauzi, menyebutkan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung perlu menerapkan ocean accounting untuk mengetahui potensi dan pemanfaatan sumber daya laut di daerah itu.
Ocean accounting merupakan instrumen untuk mengontrol atau menilai keberhasilan pengelolaan yang seimbang antara ekologi dan ekonomi dalam suatu kawasan. Melalui ocean accounting bisa mengontrol atau menilai neraca sumber daya hingga evaluasi, sehingga diketahui berapa banyak sumber daya laut yang dimiliki Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
"Apa yang bisa kita manfaatkan, berapa yang bisa di-capture (ditangkap). Ini adalah salah satu instrumen yang penting karena tanpa ocean accounting evaluasi kita tidak tahu apa yang dimiliki dan bagaimana memanfaatkannya," katanya.
Sementara itu, untuk mensinergikan kegiatan yang kompleks melalui satu landasan ilmiah yang cukup kuat, pihaknya beserta tim melakukan kajian yang cukup komprehensif dengan berbagai macam metode, sehingga menghasilkan dua solusi yang inklusif dan akan ada 7 variabel yang digunakan yakni RESPECT.
Prinsipnya RESPECT secara regulatory (aturan) undang-undang yakni akuntable. Secara ekonomik bervariasi (variable), bahwa timah, perikanan, maupun residu yang memungkinkan untuk peningkatan taraf hidup masyarakat.
Kemudian S, adalah sosialisasi inklusif. Masyarakat juga akan memperoleh manfaat dari tambang, hutan mangrove, dan sebagainya. Sedangkan P, yakni politically support, secara politik di-support. Sebab, apabila tidak di-support (didukung) maka kegiatan ini akan menimbulkan masalah dan konflik baik vertikal maupun horizontal.
Berikutnya E, yakni enviromentally acceptable. Secara enviromental (lingkungan) bisa di terima, baik daya dukung maupun daya tampung lingkungan itu tidak melampau batas yang sudah ditentukan. Sementara itu, C adalah community responsibility. Masyarakat diharapkan juga sejahtera. Sedangkan T, secara technology tidak menghancurkan dan juga bisa diberdayagunakan.
"Berdasarkan prinsip-prinsip ini akan mendukung apa yang disebut dengan blue justice, keadilan terhadap laut, dan juga blue governance serta blue parameters," katanya.
Akhmad Fauzi mengusulkan skema tim terkait timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang berkelanjutan. Dengan skema itu, nantinya ketika timah habis, hasil dari timah dan manfaatnya terus bisa dinikmati oleh generasi yang akan datang.
Semangat tersebut selaras dengan konsep ekonomi biru yakni pemanfaatan sumber daya yang berwawasan lingkungan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan mata pencaharian sekaligus pelestarian ekosistem lingkungan, masa kini dan masa yang akan datang.