Koba, Babel (ANTARA) - Bupati Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Algafry Rahman mengajak warga untuk terus menjaga dan melestarikan tradisi "nganggung" sebagai simbol kekeluargaan dan kebersamaan masyarakat Melayu.
"Nganggung ini merupakan tradisi dan warisan budaya orang Melayu, sampai sekarang tetap semarak dan hidup di tengah keberagaman masyarakat," kata bupati saat menghadiri acara nganggung di Masjid An-Nur dalam rangka Nisfu Sya'ban di Koba, Sabtu.
Ia mengatakan nganggung merupakan kebiasaan warga membawa makanan dari rumah masing-masing menuju ke satu tempat pertemuan di masjid, surau, langgar atau Lapangan pada waktu tertentu di dalam Agama Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam (SAW), Nisfu Sya'ban, Muharram, serta selepas shalat Idul Fitri dan Idul Adha.
Nganggung juga sering disebut "sepintu sedulang" karena setiap rumah (sepintu atau satu pintu) membawa satu dulang (sedulang), yaitu wadah kuningan maupun seng yang digunakan untuk mengisi makanan dan kemudian ditutup dengan penutup dulang (tudung saji).
"Banyak makna yang terkandung dalam kegiatan nganggung tersebut, tidak hanya sekadar merawat adat dan budaya tetapi menjadi momentum untuk menjalin silaturrahim sesama umat Islam," katanya.
Bupati juga menyebutkan nganggung dalam rangka Nisfu Sya'ban waktunya lebih panjang karena juga sekaligus nganggung sedekah ruwah menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.
"Nganggung ruwah juga membawa makanan dalam dulang menuju masjid, makan bersama dan kemudian memanjatkan doa untuk orang yang sudah wafat," ujarnya.
Menjelang Ramadhan juga ada kebiasaan gotong royong bersama membersihkan pemakaman umum.
"Warga juga bergotong royong membersihkan kubur, melakukan pengecatan pagar dan membuang rumput-rumput liar di area pemakaman," demikian Algafry Rahman.