Jakarta (ANTARA) - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengatakan Intermediasi perbankan melanjutkan pertumbuhan pada 2023 didukung oleh selera risiko (risk appetite) yang terjaga dan likuiditas yang memadai.
Kredit perbankan pada akhir 2023 tumbuh sebesar 10,38 persen secara year on year (yoy), melambat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 11,35 persen (yoy), namun relatif membaik dibandingkan semester sebelumnya sebesar 7,76 persen (yoy).
"Perbaikan pertumbuhan kredit perbankan ditopang kredit produktif, baik kredit modal kerja (KMK) maupun kredit investasi (KI), utamanya pada segmen korporasi," kata Juda dalam peluncuran dan Seminar Kajian Stabilitas Keuangan Nomor 42 di Jakarta, Rabu.
Membaiknya kinerja intermediasi terjadi di mayoritas sektor ekonomi, terutama didorong oleh sektor perdagangan, pengangkutan, dan listrik, gas, dan air (LGA).
Dari sisi permintaan, kinerja penjualan korporasi yang tumbuh positif, mendorong permintaan kredit korporasi terutama KMK. Peningkatan pembiayaan perbankan juga ditopang oleh peningkatan permintaan kredit konsumsi Rumah Tangga (RT) terutama kredit pemilikan rumah (KPR).
Dari sisi penawaran, perbaikan intermediasi didukung risk appetite dan likuiditas perbankan yang memadai, tercermin dari Indeks Lending Standard (ILS) yang relatif stabil dan Indeks Lending Requirement (ILR) yang masih longgar.
Sementara itu, kenaikan suku bunga kebijakan pada semester II-2023 berdampak terbatas pada kenaikan suku bunga kredit rupiah, sehingga turut berkontribusi pada terjaganya pertumbuhan kredit 2023.
Sejalan dengan perbankan, intermediasi Industri Keuangan Non Bank (IKNB) juga menunjukkan perkembangan yang positif terutama pada perusahaan pembiayaan dan PT Pegadaian.
Intermedasi IKNB juga didorong oleh maraknya inovasi pembiayaan berbasiskan ekosistem platform digital seperti e-commerce yang disalurkan PP dan financial technology (fintech).