Moskow (ANTARA) -
Transparansi tersebut termasuk mengungkapkan kepada pengguna dan publik ketika konten dihasilkan dari AI dan memberikan penjelasan mengenai proses pengambilan keputusan di balik penggunaan teknologi maju tersebut.
"Meskipun AI menawarkan peluang baru untuk efisiensi, personalisasi, dan inovasi, AI juga menimbulkan pertanyaan serius tentang etika yang harus diatasi untuk menjaga integritas jurnalisme dan praktik media," kata Akhmad Munir dalam Executive Board Meeting OANA yang ke-53 di Moskow, Rusia, Minggu sore waktu setempat.
Terkait pertimbangan etika, jelas Munir, jangan sampai sistem AI mewariskan dan memperbesar bias yang ada dalam data yang digunakan untuk pembelajaran. Sangat penting untuk memastikan bahwa teknologi atau algoritma AI yang digunakan dalam media tidak memperkuat stereotip berita dengan cara yang tidak adil atau menyesatkan.
Hal yang harus dicermati, bahwa automatisasi pembuatan berita dapat menyebabkan penyebaran informasi yang salah secara tidak sengaja. Sistem AI bisa lebih memprioritaskan keterlibatan dibandingkan akurasi.
Oleh karena itu, organisasi media hendaknya mempertimbangkan tanggung jawab mereka dalam memverifikasi konten sebelum publikasi. Memastikan bahwa model AI adil dan representatif adalah tantangan etika utama.
Munir menggarisbawahi bahwa kemampuan AI untuk membuat dan menyebarkan konten dalam skala besar bisa menimbulkan risiko penyebaran informasi palsu dan manipulasi. Deepfake dan bot otomatis dapat menyebabkan informasi yang salah, yang merusak kepercayaan publik terhadap media.
Selain itu, penggunaan AI dalam media juga berpotensi menimbulkan kekhawatiran privasi terkait pengumpulan data dan profil pengguna. Organisasi media harus mampu menyeimbangkan antara upaya memanfaatkan data untuk personalisasi dan menghormati hak privasi audiens atau publik.
Tidak dapat dipungkiri, kata Munir, bahwa integrasi AI dalam lanskap media telah mengubah cara berita diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi.
Baca juga: ANTARA dukung keputusan media BRICS melawan berita palsu
Baca juga: Dirut ANTARA: Media harus terus mendorong dunia lebih harmonis
Teknologi AI memungkinkan media melakukan automatisasi pembuatan konten. Bentuk teknologi AI seperti alih bahasa dan mesin pembelajaran semakin banyak digunakan untuk menghasilkan berita, laporan dan ringkasan.
AI dapat mengotomatisisi tugas-tugas rutin seperti pengecekan fakta, transkrip, dan entri data yang dapat meningkatkan efisiensi dan menghemat biaya. Itu semua bisa memperlancar produksi konten dan memungkinkan proses produksi berita yang lebih cepat.
Teknologi kecerdasan buatan ini juga bisa mempersonalisasi feed berita dan rekomendasi berdasarkan preferensi dan perilaku pengguna. AI juga memungkinkan melakukan analisis data yang investigatif dan memungkinkan organisasi media lebih efektif merespons peristiwa dan isu.
Tetapi pada sisi lain, Munir melanjutkan perkembangan dan penggunaan AI secara masif dapat menyebabkan hilangnya lapangan kerja untuk beberapa peran tertentu, termasuk di media.
Oleh karena itu, penting untuk menyeimbangkan kebutuhan untuk otomatisasi dengan investasi pelatihan dan peningkatan ketrampilan bagi profesional media agar mereka dapat beradaptasi dengan teknologi baru.
Akhmad Munir menyarankan, organisasi media harus menetapkan pedoman etika yang komprehensif untuk penggunaan AI. Pedoman ini harus mencakup isu-isu seperti bias, transparansi, dan akuntabilitas, serta diperbarui secara berkala agar selaras dengan kemajuan teknologi dan harapan masyarakat.
Untuk melawan bias, penting untuk menggunakan dataset yang beragam dan representatif saat melatih model AI. Audit dan penyesuaian secara teratur harus dilakukan untuk memastikan bahwa sistem AI tidak memperkuat bias yang ada.
Dalam implementasi AI, pengawasan manusia juga penting. Penilaian dan pengawasan editorial sangat penting dalam memoderasi dan memvalidasi produk AI. Organisasi media harus memastikan bahwa AI mendukung dan membantu, bukan menggantikan, sebuah proses pengambilan keputusan oleh manusia, demi menjaga kualitas dan integritas jurnalisme.
Media juga harus berperan dalam mendidik publik tentang peran AI dalam media dan risiko potensial yang terkait dengan AI. Hal ini dapat membantu pengguna mengevaluasi informasi yang mereka terima secara kritis dan mengenali konten yang dihasilkan oleh AI.
Sidang menyepakati bahwa ANTARA kembali menjadi anggota Executive Board OANA.
Sementara untuk pertemuan Executive Board OANA mendatang sepakat akan digelar di Kuala Lumpur 17 - 19 Februari 2025, dengan Bernama sebagai tuan rumah.
Berita Terkait
ANTARA harus jaga DNA pejuang untuk jawab tantangan digitalisasi
13 Desember 2024 22:56
Dubes Tunisia ke ANTARA gali potensi kerja sama antar kantor berita
3 Desember 2024 18:20
Ketua Komisi VII DPR apresiasi LKBN ANTARA karena tak andalkan APBN
2 Desember 2024 18:13
Komisi VII DPR usul ANTARA, TVRI dan RRI digabung jadi satu lembaga
2 Desember 2024 17:33
Dirut ANTARA usul ke DPR agar koresponden luar negeri diperkuat lagi
2 Desember 2024 16:14
Dirut ANTARA: Akurasi kunci industri media bertahan di era digital
18 Oktober 2024 21:36
LKBN ANTARA kolaborasi dengan Kauje dalam Tegalboto Memanggil 3
15 Oktober 2024 17:12
ANTARA dukung keputusan media BRICS melawan berita palsu
15 September 2024 21:17