Belitung (ANTARA) - RSUD Marsidi Judono, Kabupaten Belitung, Provinsi, Kepulauan Bangka Belitung, menyampaikan klarifikasi soal dugaan kesalahan transfusi darah terhadap salah seorang pasien di rumah sakit tersebut sehingga menyebabkan meninggal dunia.
"Pada hari ini kami ingin menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi biar tidak terjadi kesalahpahaman informasi," kata Direktur RSUD Marsidi Judono Belitung, dr. Ratih Lestari Utami dalam kegiatan konferensi pers di Tanjungpandan, Sabtu.
Ia mengatakan, pasien tersebut datang ke RSUD Marsidi Judono Belitung pada 10 Februari sekitar pukul 18.15 WIB dengan keluhan demam sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit disertai lemas dan mual.
Menurut dia, pasien diketahui memiliki riwayat pemasangan Water Sealed Drainage (WSD) di rumah sakit lain untuk mengeluarkan cairan pleuma (cairan di pelapis paru-paru) pada 2 Februari 2025 lalu.
"Saat pemeriksaan di IGD ditemukan rembesan cairan pada lokasi pemasangan WSD tersebut. Secara klinis, kondisi pasien tampak kuning dan terlihat muncul tanda bercak-bercak perdarahan tipis di bawah kulit pada beberapa bagian tubuh seperti lengan, dada, dan perut," ujarnya.
Direktur RSUD Marsidi Judono Belitung menambahkan, pasien dilakukan pemeriksaan radiologi (rontgen dada) didapatkan hasil adanya penumpukan cairan di paru-paru sebelah kanan disertai pembesaran jantung.
Hasil pemeriksaan laboratorium, lanjut dr. Ratih Lestari Utami, juga didapati hasil sel darah putih yang tinggi, hemoglobin yang rendah, hepatitis B reaktif, dan perubahan fungsi ginjal.
Disampaikan, pasien selanjutnya dipindahkan ke ruang rawat pada 11 Februari 2025 sekitar pukul 11.11 WIB dan direncanakan mendapat transfusi darah 1 labu/24 jam.
Menurutnya, petugas juga mengambil sampel darah pasien sesuai prosedur, memasukkan darah ke tabung yang sudah diberikan nama dan nomor rekam medis pasien, lalu diberikan ke pihak keluarga beserta form pengantar untuk diserahkan ke PMI dan dilakukan pemeriksaan golongan darah dan pencocokan (croosmacth) dengan darah pendonor sebanyak tiga fase.
"Didapatkan hasil golongan darah B Rh Post dan cocok dengan darah pendonor, maka darah diberikan oleh PMI ke pihak keluarga untuk dibawa ke rumah sakit dan diberikan ke petugas ruangan. Petugas ruangan menerima dan melakukan pengecekan nomor kantong darah pendonor dan identitas pasien, nama dan rekam medis pasien sesuai, lalu di bawa ke pasien. Sebelum pemberian transfusi darah dilakukan pengecekan kembali kantong darah dengan identitas gelang pasien, nama dan rekam medis," katanya.
Selanjutnya petugas melakukan pemeriksaan tanda tanda vital dinyatakan dalam keadaan baik darah ditransfusikan kepada pasien pada tanggal 11 Februari 2025 pukul 15.30 WIB.
"Selama transfusi berlangsung dan setelah transfusi berlangsung tidak ada reaksi transfusi yang terjadi," katanya.
Dikatakan, pada 12 Februari 2025 dilakukan pemeriksaan darah diperoleh hasil sel darah putih masih meningkat, hemoglobin masih rendah dan trombosit masih rendah. Hasil tersebut dilaporkan ke dokter yang merawat dan direncanakan melanjutkan transfusi labu kedua.
Setelah memastikan seluruhnya sesuai prosedur seperti transfusi yang pertama maka darah ditransfusikan kepada pasien pada 12 Februari 2025 pukul 10:30 WIB.
"Selama transfusi berlangsung dan setelah transfusi berlangsung tidak ada reaksi transfusi yang terjadi," ujarnya.
Akan tetapi, pada 13 Februari 2025 pasien tersebut direncanakan masuk transfusi labu ketiga dengan pengambilan sampel baru (karena permintaan sebelumnya dua labu) dan dibuatkan formulir PMI yang baru.
"Setelah dilakukan pengecekan golongan darah dari sampel baru pasien terlebih dahulu di UTD-PMI diperoleh hasil bahwa sampel tersebut dengan golongan darah A Rh Post (sampel kesatu). Selanjutnya, karena ditemukan perbedaan golongan darah dengan sampel sebelumnya, maka petugas UTD-PMI meminta ulang sampel darah pasien kembali. sampel darah ulang pasien kedua setelah dicek kembali masih ditemukan hasil golongan darah pasien tersebut A Rh Post, kemudian dilakukan pengambilan sampel darah pasien lagi (ketiga) dan dilakukan pengecekan ulang, hasilnya tetap golongan darah pasien A Rh Post," ujarnya.
Maka dari itu, karena menemukan ketidaksesuaian antara sampel pasien sekarang dengan sampel pasien sebelumnya, hal tersebut diberitahukan kepada keluarga pasien.
"Keluarga pasien memberitahukan kepada perawat ruangan. Selanjutnya, perawat ruangan segera melaporkan hal ini ke dokter penanggungjawab yang merawat pasien dan rencana transfusi labu ketiga diinstruksikan untuk ditunda karena perlu dipastikan kembali golongan darah pasien," katanya.
Dari hasil penelusuran yang dilakukan oleh dokter spesialis patologi klinik bersama DPJP (spesialis penyakit dalam konsultan ginjal hipertensi) didapatkan data prosedur tindakan pengambilan sampel darah, pengelolaan sampel, pemberian transfusi darah, pemantauan transfusi sudah sesuai dengan prosedur.
"Berdasarkan literatur ilmiah, terjadinya perubahan golongan darah ABO pada pasien bisa diakibatkan oleh infeksi. Saat infeksi terjadi, bakteri mengeluarkan enzim ke dalam sirkulasi darah yang mengubah antigen A menjadi antigen B, sehingga pada pemeriksaan golongan darah terbaca golongan darah B. Pada kondisi ini jika infeksi sudah teratasi maka golongan darah akan kembali menjadi golongan darah A," ujarnya.