Pangkalpinang (ANTARA) - Kasus kekerasan terhadap anak masih menjadi persoalan serius di tengah masyarakat. Berdasarkan laporan rri.co.id (8/11/2024), tercatat sebanyak 117 kasus dengan 128 korban di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Angka tersebut tergolong tinggi dan mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.
Jumlah itu pun hanya mencakup kasus yang dilaporkan, sementara kasus-kasus yang tidak tercatat kemungkinan lebih banyak lagi.
Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Kependudukan, Pencatatan Sipil, dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Indrawadi, menyatakan bahwa kasus kekerasan terhadap anak dengan jumlah terbesar adalah perundungan dan kekerasan seksual.
Fakta tersebut menjadi salah satu tantangan besar yang dihadapi masyarakat, termasuk dunia pendidikan. Lembaga pendidikan, yang memiliki peran penting menyiapkan generasi penerus bangsa, dituntut untuk memberikan perhatian serius. Peristiwa perundungan kerap terjadi di lingkungan sekolah, sehingga institusi pendidikan tidak dapat menutup mata dan berpura-pura bahwa semua baik-baik saja.
Sekolah dituntut untuk melakukan penyesuaian diri, mengambil langkah nyata, serta memberikan respons yang tepat terhadap fenomena tersebut. Karena itu, pemerintah kembali menekankan pentingnya layanan bimbingan dan konseling di sekolah dasar maupun menengah guna mengembangkan potensi generasi penerus yang berkualitas.
Pendidikan di sekolah tidak cukup hanya berfokus pada mata pelajaran akademis, melainkan juga perlu memperkuat layanan psiko-edukatif yang membantu siswa mengembangkan potensi serta kompetensi hidup. Dengan bimbingan dan konseling, siswa diharapkan tumbuh menjadi pribadi seimbang, memiliki keterampilan hidup, serta mampu menghadapi tantangan dengan percaya diri.
Bimbingan konseling bukan semata-mata upaya menasihati siswa yang dianggap nakal atau hanya menyelesaikan masalah. Lebih dari itu, layanan ini juga bertugas mengoptimalkan potensi dan kualitas hidup siswa pada berbagai aspek.
Sekolah, sebagai lembaga pendidikan, tidak hanya berfungsi mengajarkan ilmu pengetahuan. Ada enam praktik mendidik yang semestinya berjalan di sekolah, yakni: (1) pemberian keteladanan, (2) pengasuhan dan pembimbingan, (3) pembiasaan, (4) pembelajaran dan pelatihan, (5) partisipasi dalam kegiatan, serta (6) pemberian ganjaran maupun hukuman.
Salah satu praktik mendidik yang penting adalah pengasuhan dan pembimbingan, yang pada hakikatnya dapat disamakan dengan bimbingan dan konseling.
Karena itu, tidak mengherankan apabila gagasan memperkuat layanan bimbingan dan konseling di sekolah dasar terus berkembang. Pendidikan bukan hanya sebatas penyampaian materi, melainkan juga mencakup layanan bimbingan yang mempersiapkan siswa memiliki kompetensi hidup.
Meski demikian, muncul sejumlah persoalan teknis terkait pelaksanaan bimbingan dan konseling, seperti jumlah guru konselor yang tersedia, kompetensi yang dimiliki, hingga distribusi di sekolah-sekolah. Diskusi mengenai hal ini justru menunjukkan adanya kesepahaman bahwa layanan tersebut sangat penting bagi dunia pendidikan, apalagi di tengah tantangan zaman dan perkembangan teknologi yang semakin kompleks.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 mencatat terdapat 873 SD/MI di Bangka Belitung dengan hampir 150.000 siswa dan lebih dari 10.000 guru. Tantangan terbesar berada di jenjang SD/MI, karena praktik pengasuhan dan pembimbingan biasanya melekat pada guru kelas. Namun, beban mengajar dan administrasi kerap membuat guru kesulitan menjalankan fungsi sebagai pembimbing. Tidak semua guru juga merasa memiliki kompetensi memadai untuk mengoptimalkan perkembangan siswa, baik pada aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karier.
Padahal, siswa sekolah dasar memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan siswa SMP/MTs maupun SMA/SMK. Pakar pendidikan Dinkmeyer & Caldwell merumuskan bahwa bimbingan dan konseling di sekolah dasar setidaknya memiliki enam ciri, yaitu: (1) menekankan peran guru kelas dalam fungsi bimbingan karena lebih mengenal siswanya, (2) fokus pada pengenalan diri, pemecahan masalah, serta kemampuan menjalin relasi dengan orang lain, (3) melibatkan orang tua, (4) memahami keunikan kehidupan siswa, (5) memperhatikan kebutuhan dasar anak, dan (6) menyesuaikan program dengan tahap perkembangan usia sekolah dasar.
Secara konseptual, bimbingan dan konseling merupakan bagian penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Melalui layanan ini, siswa didorong untuk mengenal potensi diri, memahami lingkungan, mampu mengambil keputusan, serta menunjukkan tanggung jawab dalam perannya. Pada akhirnya, bimbingan konseling juga menjadi bagian integral dalam pembentukan karakter.
Oleh karena itu, bimbingan dan konseling tidak bisa dipandang sebelah mata. Pendidikan yang ideal tidak hanya mengejar penguasaan materi pelajaran, melainkan juga membentuk manusia yang berkarakter, memiliki keimanan dan ketakwaan, serta kompetensi sesuai tuntutan zaman.
Siswa yang potensi dan kompetensinya berkembang sejak dini, terutama pada jenjang sekolah dasar, akan menjadi motor penggerak lahirnya generasi berkualitas. Maka dari itu, layanan bimbingan dan konseling di sekolah dasar merupakan kebutuhan mendesak yang tidak dapat ditunda lagi.
*) Dian Carolina adalah Widyaiswara Kantor Guru dan Tenaga Kependidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
