Jakarta (Antara Babel) - Ahli pidana dari Universitas Islam Indonesia
(UII) Yogyakarta Mudzakkir mengatakan ucapan "dibohongi" atau "dibodohi"
saat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berpidato di
Kepulauan Seribu merupakan penodaan terhadap Al Quran.
"Penodaan membuat objek yang disasar itu agama. Yang lebih spesifik
yaitu Al Maidah ayat 51. Ternoda karena apa? Bagaimana Al Quran menurut
keyakinan agama Islam itu dikatakan dibodohi atau dibohongi. Menurut
saya di situ letak menodainya," kata Mudzakkir saat memberikan
keterangan dalam sidang kesebelas kasus penistaan agama dengan terdakwa
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Auditorium Kementerian Pertanian,
Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan bahwa menistakan itu sesungguhnya mempunyai mempunyai arti sama yang sama dengan mencemarkan.
"Tetapi kalimat yang dipakai Ahok dalam konteks ini lebih kepada
penodaan. Sesungguhnya itu memiliki kosakata dua-duanya sama, artinya
yang satu dikatakan menista Al Quran Surat Al Maidah ayat 51 yang kedua
menodai Al Maidah 51," tuturnya.
Menurut dia, kata penodaan lebih tepat digunakan karena ada sedikit aspek objek dalam ucapan Ahok tersebut.
"Dalam arti kata seperti menodai bendera, ada objek yang ternoda.
Kalau penistaan sama dengan penghinaan, objeknya sama tetapi lebih pada
merendahkan martabat, kehormatan atau nama baik objek bersangkutan.
Bahasa Indonesia gunakan kata penodaan, tidak bisa diubah penistaan,"
ucap Mudzakkir.
Sebelumnya, ahli agama Islam dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
(PBNU) Miftachul Akhyar dan ahli agama Islam dari Pimpinan Pusat (PP)
Muhammadiyah Yunahar Ilyas juga telah memberikan keterangan dalam sidang
lanjutan Ahok.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5
tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan
perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau
beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti
tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau
beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal,
keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya
lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum
mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya
bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama
yang dianut di Indonesia.
Berita Terkait
Wanda Harra dilaporkan ke polisi atas tuduhan penistaan agama
25 Juli 2024 08:47
Panji Gumilang bebas usai ditahan di Lapas Indramayu
17 Juli 2024 19:20
Kasus video penistaan agama, Polisi: Untuk dapat endorsemen
24 April 2024 15:43
Polisi tangkap konten kreator atas dugaan penistaan agama
23 April 2024 17:00
Panji Gumilang divonis satu tahun penjara dalam kasus penodaan agama
20 Maret 2024 16:56
Panji Gumilang jalani sidang ketiga kasus penistaan agama di Indramayu
27 November 2023 13:21
Polri pastikan kasus penistaan agama Panji Gumilang tetap berproses
20 September 2023 18:33
Pria tak dikenal lempar Quran di depan Turkish House di New York
9 September 2023 18:05