Pangkalpinang (ANTARA) - Pelaku usaha tambak udang di kawasan Desa Penagan, Kabupaten Bangka tengah mengakui hingga saat ini harga udang vaname tidak baik-baik saja sejak adanya pengaruh radioaktif dan bibit benih yang terpapar penyakit akibat limbah dan air bekas tambang ilegal (TI).
"Sejak tahun 2024 kemarin kita mengalami banyak tantangan hingga saat ini kondisi kami petambak udang tidak baik-baik saja," kata Pelaku usaha tambak udang, Fery di Pangkalpinang, Sabtu.
Ia mengatakan tantangan ini dari persoalan harga yang turun akibat radioaktif itu sangat berpengaruh sampai saat ini harga udang vaname tetap turun dan tidak lagi kembali normal.
Harga udang size 100 hanya Rp30 ribu dari harga normal yang biasanya lebih dari Rp40 ribu sehingga di harga Rp30 ribu itu tidak masuk HPP dan membuat operasional perusahaan tidak berjalan sehingga kondisi tambak harus kosong dan semua karyawan dirumahkan.
"Sejak ada penurunan harga bahkan sudah dua bulan ini kami tidak ada stok. Tambak kosong dan karyawan semua terpaksa kami rumahkan," terang Fery.
Baca juga: Pemprov Babel dan Trobos Grup gelar seminar perkuat hulu-hilir budidaya udang
Ia menambahkan, dalam satu siklus produksi biasanya mencapai 30-32 ton dan setiap tahun produksi udang vaname bisa tiga siklus, jadi dalam satu tahun produksinya mencapai 100 ton.
"Produksi kita untuk satu siklus 30-32 ton dalam 80 hari. Jadi setiap tahun produksi kita mencapai 100 ton," ujarnya.
Fery berharap melalui seminar perudangan yang digelar oleh DKP Babel dan Trobos Group ini ada solusi bagaimana harga udang vaname bisa kembali normal dan pelaku tambak udang bisa produksi lagi.
"Kita harap pemerintah memberi solusi untuk semua persoalan dan harga kembali normal, karena kita tidak berharap harga tinggi, asal masuk ke HPP saja di Rp40 ribuan itu operasional kita sudah bisa jalan meski untungnya tipis," tutup Fery.
