Jakarta (Antara Babel) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mempermasalahkan jawaban dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) ahli bahasa Bambang Kaswanti Purwo yang menyatakan kata "dibohongi" saat Ahok singgung Surat Al Maidah ayat 51 tidak penting.
"Saudara menjelaskan tidak begitu ditonjolkan dan tidak dipenting. Maksud pada saat mengucapkan kalimat ini, itu satu rangkaian yang tidak bisa dipisahkan?," tanya anggota JPU dalam sidang ke-16 Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu.
"Untuk bisa menilai penting tidak penting, kita harus mengamati keseluruhan rangkaian. Fokusnya bukan pada Al Maidah bisa dibuktikan dengan nada suara," jawan Bambang.
"Dalam linguistik pelajari psikologi?," tanya anggota JPU.
"Tidak termasuk," jawab Bambang.
"Makna yang terkandung pada saat si pembicara ucapkan berarti hanya dia yang mengetahui, mengapa saudara langsung ambil kesimpulan tidak penting. Berarti saudara ahli psikologi?," tanya anggota JPU.
"Bukan. Untuk mengetahui penting tidak penting bisa dilihat struktur bahasa. Info dianggap penting untuk dikomunikasikan pada orang lain, pasti ada pilihan struktur yang penting. Ini masalah struktur. Kita tahu ada induk kalimat, anak kalimat. Di dalam membangun suatu kalimat, pasti yang dipentingkan muncul di induk, kalau tidak penting di anak kalimat. Analisis saya struktur itu membuktikan bahwa yang dimasalahkan Al Maidah tadi tidak diposisikan dalam struktur konstruksi induk kalimat. Ini anak kalimat. Saya bisa buktikan melalui analisis wacana," jawab Bambang.
"Apakah makna yang diucapkan dibohongi itu, kan kalimat ini satu rangkaian yang memiliki makna. Bahwa topiknya budidaya lalu di tengah ada kata-kata "dibohongi". Anda menyimpulkan tidak penting?," tanya anggota JPU.
"Bukan masalah penting tidak penting tetapi lebih dan kurang," jawab Bambang.
Adapun jawaban dari saksi Bambang dalam BAP saat diperiksa penyidik, yaitu "ini juga merupakan kalimat yang dipenggal dan maknanya terkait dengan makna dari kalimat sebelumnya. Ini merupakan alasan dari kalimat yang mendasari makna pada kalimat "ya kan, dibohongi pakai Surat Al Maidah, dan dibodohi", merupakan keterangan pada kalimat sebelumnya. Pengucapan dilakukan dengan nada suara rendah dan lemah. Berarti makna dibohongi tidak dipentingkan".
Tim Kuasa Hukum Ahok dijadwalkan menghadirkan tujuh saksi ahli dalam lanjutan kasus penodaan agama dengan terdakwa Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu.
"Ada tujuh saksi ahli yang rencananya hadir. Dua saksi ahli yang sudah ada di BAP dan lima saksi ahli yang belum masuk di BAP," kata Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara Hasoloan Sianturi saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Dua saksi ahli yang sudah masuk di BAP, yakni ahli Psikologi Sosial yang juga Direktur Pusat Kajian Representasi Sosial dan Laboratorium Psikologi Sosial Eropa Risa Permana Deli dan ahli bahasa sekaligus Guru Besar Linguistik Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta Bambang Kaswanti Purwo.
Sementara lima saksi ahli yang belum masuk di BAP, yaitu ahli Agama Islam yang juga Wakil Ketua Mustasyar Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), Hamka Haq, ahli Agama Islam sekaligus Wakil Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Masdar Farid Mas'udi, dan ahli Agama Islam yang juga dosen tafsir Al Quran UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Sahiron Syamsuddin.
Selanjutnya, ahli hukum pidana yang juga praktisi hukum serta pensiunan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Muhammad Hatta dan ahli hukum pidana sekaligus dosen hukum pidana Universitas Udayana I Gusti Ketut Ariawan.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
JPU Permasalahkan Soal Kata "Dibohongi" Tidak Penting
Rabu, 29 Maret 2017 16:46 WIB
Saudara menjelaskan tidak begitu ditonjolkan dan tidak dipenting. Maksud pada saat mengucapkan kalimat ini, itu satu rangkaian yang tidak bisa dipisahkan?,