Jakarta (Antara Babel) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan terus mendorong proses pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang larangan Minuman Beralkohol (Minol) yang sudah lama menjadi bahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) namun yang hasilnya belum memuaskan.
Oleh karena itu, kata Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI, Prof. Dr. Muhammad Baharun,di Jakarta, Selasa, MUI akan terus mendorong proses pembahasannya, agar segera terwujud.
"Indonesia yang mayoritas menganut agama Islam belum mampu membuat UU tentang larangan minol secara nasional. Mestinya para anggota Dewan khususnya berafiliasi partai Islam merasa malu dan tergugah untuk mendorong RUU itu terwujud," katanya.
Harapan MUI adalah agar akhir tahun 2017 sudah dapat diparipurnakan, sehingga pemerintah dapat segera menyetujuinya, kata Baharum.
Desakan MUI untuk mempercepat proses pembahasan RUU Minol juga akan disampaikan dalam halakah/Rakernas MUI Divisi Hukum dan Perundang-Undangan.
"Saat ini Indonesia sudah masuk darurat minuman beralkohol, sebagai sumber kerusakan moral atau hampir sama bahayanya dengan narkoba. Untuk itu MUI sebagai lembaga yang mewadahi para ulama, zu'ama, dan cendikiawan Islam akan melindungi umat dari bahaya minuman beralkohol," katanya.
Menurut Baharum yang juga ketua Panitia Halakah Nasional, RUU tentang Minuman Beralkohol sudah lama diajukan ke DPR tetapi hingga kini belum terlihat jelas hasilnya karena pemerintah dan para anggota DPR tampaknya belum satu visi.
"Saya dengar hanya tiga fraksi DPR yang mendukung adanya RUU Minol itu yakni PKS, PAN dan PPP. Sementara yang lain masih mempersoalkan apakah larangan atau pengaturan, kata Prof. Dr. Zainal Hoesen yang juga ketua panitia penyelenggara Halakah Nasional.
Dalam RUU itu, katanya, ada tiga hal yang penting yakni larangan memproduksi alkohol beserta turunannya, larangan mengedarkan dan larangan penggunaannya.
"Saat ini peraturan tentang minuman beralkohol hanya melalui peraturan darah (perda) sehingga masing-masing daerah mepunyai aturan sendiri. Oleh karena itu, dengan adanya RUU Minol, akan menjadi peraturan secara nasonal. Aturan rinciannya, tentunya dibutuhkan peraturan pemerintah (PP) untuk mengatur daerah-daerah mana yang masih diizinkan dalam pengedarannya, katanya.
Menjawab pertanyaan, ia mengatakan, maunya MUI adalah RUU itu tentang larangan, tetapi jika nantinya disepakati pengaturan tidak menjadi masalah yang penting ada perlindungan bagi umat Islam di negara Pancasila akan bahayanya minuman beralkohol ," katanya.
Optimalisasi Program Hukum
Halakah Nasonal itu dimaksudkan mengoptimalkan program Divisi Hukum MUI sebagai amanat dari Rakernas di Surabaya dua tahun silam.
Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI yang telah disusun dan disahkan dalam Rakernas MUI 2015, perlu dilaksanakan koordinasi dan komunikasi antara jajaran MUI Pusat dan MUI Daerah.
Dengan adanya koordinasi dan kerja sama tersebut,maka dapat tercapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Adap un permasalahan hukum dan perundang-undangan baik pada tingkat nasional maupun daerah perlu dibahas dan diberikan solusinya secepat mungkin.
Untuk memberikan solusi dan tanggapan masalah hukum dan perundang-udangan yang terjadi di masyarakat, umat Islam khususnya, diperlukan tanggapan yang cepat dan tepat dan membutuhkan komitmen serta jalinan kerja sama yang baik antara pengurus Komisi Hukum dan Perundang-undangan di tingkat pusat dan di tingkat daerah, kata Wasekjen MUI Rofiqul Umam.
Rakernas itu juga akan mengundang tokoh nasional sebagai nara sumber seperti Ketua MPR, Dr. (HC) Zulkifli Hasan, Menko Polhukam Jenderal TNI (Purn.) Dr. Wiranto dan Kapolri Jenderal Polisi. H.M. Tito Karnavian.
Rofiq juga mengatakan, Rakernas itu akan dilaksanakan selama tiga hari yakni Kamis - Sabtu(12-14 Oktober), dan akan dibuka langsung oleh Ketua Umum MUI Kiayai H. Ma'ruf Amin. Sejumlah nara sumber sudah menyatakan kesediaanya untuk hadir, seperti Ketua MPR dan Dr. Manejer Nasution, tokoh HAM.