Jakarta (Antaranews Babel) - Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayor Jenderal TNI Sisriadi menegaskan restrukturisasi TNI tidak akan membangkitkan dwifungsi ABRI.
"TNI tidak se-powerful dulu. Sekarang tidak bisa lagi karena TNI diikat oleh aturan dalam UU TNI," kata Kapuspen TNI saat mengunjungi Kantor Perum LKBN Antara, Jakarta Pusat, Rabu.
Dalam kunjungannya itu, Kapuspen TNI diterima langsung oleh Direktur Pemberitaan Perum LKBN Antara Akhmad Munir, Redpel I Budi Setiawanto dan Redpel III Saptono di ruang rapat lantai 19.
Menurut dia, konsep dwifungsi yang berlaku selama zaman Orde Baru menempatkan TNI dalam ranah pertahanan keamanan dan politik kekuasaan.
Sementara restrukturisasi akan menempatkan perwira TNI ke dalam struktur birokrasi di kementerian/lembaga. Undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI menyatakan, prajurit aktif dapat menempati 10 kementerian/lembaga.
Kesepuluh kementerian/lembaga tersebut membidangi koordinator Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Negara, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik Nasional dan Mahkamah Agung.
Ia mengatakan, penerapan dwifungsi saat ini justru tidak menguntungkan bagi TNI secara kelembagaan karena TNI akan kembali dimanfaatkan untuk kepentingan politik kekuasaan.
"TNI tidak akan kembali melakukan dwifungsinya karena akan mencederai demokrasi yang sudah dibangun secara bersama-sama dengan baik," papar mantan Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadiapenad) ini.
Terkait restrukturisasi TNI ini, kata Jenderal bintang dua ini, TNI secara kelembagaan tengah mengalami persoalan karena jumlah perwira menengah dan perwira tinggi mengalami kelebihan, sehingga anyak perwira tinggi dan menengah TNI yang non-job.
"Kelebihan yang sekarang ini memang butuh pemecahan jangka pendek," ujar Sisriadi.
Saat ini, ada kelebihan kolonel sekitar 500 orang, kelebihan perwira tinggi sampai 47 orang, yang sebagian besar Jenderal bintang satu.
Menurut dia, TNI memang mengalami masalah teknis pengelolaan sumber daya yang muncul sejak disahkannya Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.
Dalam UU TNI terdapat perubahan usia pensiun dari 55 tahun menjadi 58 tahun. Artinya, ada perpanjangan masa dinas perwira.
Untuk mengatasi persoalan itu, Panglima TNI juga berupaya menata kembali sistem kepangkatan dengan menerbitkan Peraturan Panglima Nomor 40 Tahun 2018.
Dalam peraturan itu, jangka waktu seorang perwira dalam memegang suatu jabatan tinggi menjadi dipersingkat.
"Jadi, nanti untuk naik dari perwira menengah ke perwira tinggi tidak lagi masa dinas 24 tahun. Sekarang 26 tahun masa dinas baru bisa menjadi perwira tinggi," papar Sisriadi.
Namun demikian, TNI tetap membutuhkan waktu lima tahun untuk mengatasi menumpuknya jumlah perwira menengah dan perwira tinggi.
"Kita butuh lima tahun untuk menyelesaikan itu," tuturnya.