Pangkalpinang, (ANTARA Babel) - Pemerintah Provinsi Bangka Belitung (Babel) mendorong petani karet berkoperasi untuk memperkuat permodalan dan akses pemasaran hasil perkebunan petani di daerah itu.
"Saat ini, daya beli petani melemah karena mereka tidak memiliki kekuatan atau permodalan selama harga karet murah sebagai dampak krisis ekonomi global," ujar Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Babel, Budiman Ginting, di Pangkalpinang, Sabtu.
Ia menjelaskan, krisis ekonomi global ini mengakibatkan harga karet petani turun drastis dari Rp15 ribu per kilogram menjadi Rp3.000 hingga Rp5.000 per kilogram, karena ekspor karet masih berbentuk bahan baku dan ekspor karet hanya terfokus ke Eropa dan Amerika Serikat karena pengusaha-pengusaha belum mau mengambil resiko untuk mengekspor ke negara lain seperti Afrika, India dan negara lainnya.
"Sekarang perkembangan globalisasi hitungan detik, apabila daya beli negara tujuan ekspor turun otomatis hasil karet, lada putih, sawit dan bijih timah masyarakat turun, pada akhirnya daya beli masyarakat berkurang," ujarnya.
Ia mengatakan, dalam upaya mengantisipasi krisis ekonomi global ini, petani harus membentuk koperasi, sehingga mereka bisa memperkuat permodalan untuk mengubah bahan baku menjadi produk jadi dan memperluas akses pemasaran atau ekspor produk ke negara-negara lainnya.
Ia mencontohkan, peternak sapi di Denmark, sejak 1940-an sudah membentuk koperasi hingga peternak sapi di negara tersebut mampu membangun pabrik susu dan pemasaran produk susu menembus pasar internasional.
"Selama ini, petani belum mengerti pentingnya membentuk koperasi, karena mereka belum merasakan dan mengetahui manfaat dari koperasi tersebut, pada akhirnya ekonomi petani sulit berkembang untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka," ujarnya.
Untuk itu, kami terus mendorong petani untuk membentuk koperasi dengan mengencarkan sosialisasi, pembinaan dan mempermudah pengurusan badan hukum usaha koperasi tersebut.
"Koperasi ini merupakan lembaga memperkuat posisi petani, baik dalam sisi menjual maupun membeli, apabila menjual dalam jumlah besar tentu akan mendapatkan harga yang mahal, tetapi jika menjual sendiri tentu akan dibeli tengkulak yang akhirnya petani tersebut rugi," ujarnya.
Menurut dia, selama ini, hasil perkebunan karet petani dibeli tengkulak, sehingga petani dirugikan, baik disisi harga beli barang-barang yang tinggi dan harga jual hasil perkebunan murah.
"Kami berharap petani untuk membentuk koperasi sehingga akan memperkuat ekonomi nasional seiring tingginya daya beli petani," ujarnya.
Ia mengatakan, terhitung sejak 2007 hingga 2012 jumlah koperasi terus mengalami peningkatan karena kesadaran masyarakat untuk berkoperasi cukup tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka.
Jumlah koperasi 2007 sebanyak 705 unit, 2008 sebanyak 794 unit, 2009 sebanyak 839 unit, 2010 sebanyak 872 unit, 2011 sebanyak 937 unit dan jumlah koperasi hingga Oktober 2012 sebanyak 958 unit dan diperkirakan akan terus meningkat hingga Desember 2012.
"Dari 958 unit koperasi tersebut, belum ada koperasi petani karet, lada, kakao karena masih rendahnya pengetahuan mereka tetang pentingnya koperasi," ujarnya.