Jakarta (Antara Babel) - Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya menilai Jenderal Moeldoko cocok menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan manakala Menko Polhukam Tedjo Edhy Pudijatno terkena "reshuffle" atau perombakan kabinet oleh Presiden Joko Widodo.
"Beliau bagus, cocok dan memenuhi persyaratan," kata Tantowi kepada wartawan di Jakarta, Senin.
Perombakan atau reshuffle Kabinet Kerja kabarnya akan dilakukan Presiden Joko Widodo setelah Hari Raya Idul Fitri 2015, salah satunya yang santer dicopot Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno.
Tedjo yang membawahi sejumlah kementerian penting, disebut kurang piawai dalam melakukan koordinasi, sinergi, berwibawa, dan dituntut untuk komunikasi dengan publik secara baik.
"Saya dengar juga begitu, Menko Polhukam adalah posisi yang paling banyak dipergunjingkan untuk diganti, menyusul beberapa 'blunder' yang beliau lakukan dan kinerjanya yang tidak kinclong," ujarnya.
Menurut dia, sejumlah nama cocok ditempatkan untuk menganti posisi Tedjo, salah satunya ialah mantan Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko.
Ia menilai mulai prajurit hingga berpangkat jenderal, Moeldoko selalu menempati posisi strategis di dalam struktur militernya.
Selain mahir ilmu kemiliteran, Moeldoko juga telah meraih gelar Doktor (S-3) jurusan Administrasi Negara dari Universitas Indonesia. Kemampuan diplomasi dengan publik atau pun dengan lembaga legislatif, tidak kalah dengan para seniornya yang pernah menjabat Menko Polhukam, seperti Widodo AS dan Djoko Suyanto.
Kedekatannya dengan Presiden Jokowi selama ini, juga bisa menambah nilai plus dari sosok Moeldoko. Secara politik, Moeldoko adalah sosok yang masih diterima oleh semua pihak. Saat menjadi Panglima TNI, ia membawa TNI bersikap netral dalam Pemilu 2014.
Moeldoko selalu bisa menempatkan diri pada posisi sesungguhnya, yang membuat para tokoh politik seperti Megawati, Jusuf Kalla dan Prabowo tak pernah mengkritiknya.
Dengan kepemimpinan Moeldoko, mereka yang kadang sensitif terhadap manuver petinggi militer, untuk kali itu merasa tenteram dan tidak merasa terusik.
Memilih Moeldoko sebagai Menko Polhukam, juga keuntungan buat Jokowi. Seorang pemimpin sipil sesungguhnya membutuhkan pendamping seorang mantan militer (Moeldoko pensiun Agustus 2015) yang cerdas dan punya wawasan kebangsaan kuat. Tanpa itu, kekuatan pemimpin sipil bak seperti macan ompong.
Hingga saat ini, Moeldoko belum terkontaminasi oleh partai, sehingga oleh Jokowi bisa dijadikan partner yang baik dalam hal mengelola urusan politik, keamanan dan hukum. Dan bukan tidak mungkin keduanya akan terus bekerja sama di Pemilu 2019.