Pangkalpinang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung segera mengevaluasi dampak larangan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), bagi peningkatan ekonomi petani kelapa sawit kurang baik di daerah itu.
"Kita segera mengevaluasi agar petani sejahtera dan industrinya juga efisien, tetapi kebutuhan CPO dalam negeri tidak boleh kalah dari ekspor tersebut," kata Pejabat Gubernur Kepulauan Babel Ridwan Djamaluddin di Pangkalpinang, Jumat.
Ia menegaskan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo sudah tegas larang ekspor CPO ini, karena ekspor yang tidak terkendali ini Indonesia kekurangan minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
"Jangan sampai tikus mati di lumbung padi, sehingga dua-duanya harus jalan bersama-sama antara ekspor dan kebutuhan CPO dalam negeri yang harus selalu cukup," katanya.
Menurut dia pemerintah dalam hal ini harus melihat dari dua sisi, pertama kepentingan nasional dan penjualan kelapa sawit petani kurang baik akibat larangan ekspor CPO ini.
"Kita harus di tengah-tengah agar petani tetap sejahtera dan terus bersemangat mengembangkan usaha perkebunan," ujarnya.
Terkait desakan DPRD Provinsi Kepulauan Babel agar Pj Gubernur Kepualuan Babel untuk segera menyampaikan kondisi petani kelapa sawit terdampak larangan ekspor CPO ini.
"Saya belum mendalami secara khusus, tetapi saya paham dengan perkembangan di lapangan, bahwa penjualan TBS petani kurang baik akibat larangan ekspor ini," katanya.