Jakarta (ANTARA) - Psikolog Klinis Anak dan Keluarga dari Universitas Indonesia Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si mengatakan anemia tidak hanya berdampak negatif secara fisik, namun juga terhadap kondisi psikologis anak.
Psikolog yang biasa disapa Nina dalam diskusi "Bersama Cegah Anemia, Optimalkan Kognitif Generasi Maju" di Jakarta, Kamis mengatakan, dalam jangka pendek anak yang terkenal anemia secara fisik akan terlihat mudah lelah dan lesu. Ketika anak tidak aktif, hal itu akan berpengaruh secara kognitif sehingga anak sulit untuk fokus dan berkonsentrasi.
Dalam jangka pendek, secara kognitif anak cenderung kurang konsentrasi, tidak mudah menangkap dan mengingat, serta emosinya juga cenderung lebih negatif, lebih mudah sedih atau marah dan rentan stres, ucap Nina.
Ia mengatakan, jika anemia tersebut tidak dilakukan penanganan dan intervensi, anak akan mudah sakit dan tumbuh kembang anak terutama pada usia lima tahun akan terhambat. Tumbuh kembang yang tidak optimal dapat memengaruhi tinggi badan serta berat badan yang tidak diharapkan dan secara psikologis kognisi atau daya tangkap semakin bermasalah.
Hal ini tentu menjadi masalah jika anak sudah memasuki usia sekolah di mana anak akan kesulitan menyerap pelajaran yang diberikan, dan prestasi di sekolah juga akan menurun.
Selain di bidang akademik, aspek sosial emosi atau hubungan pertemanan anak yang terkena anemia juga berpengaruh karena anak akan sulit berkomunikasi dan sulit bergaul akibat selalu lemas dan tidak ceria. Sehingga menyebabkan anak mempunyai emosi yang negatif terhadap lingkungan karena tidak punya teman.
Sulit diajak ngobrol, bisa sulit bergaul karena teman-temannya malas ngobrol dengan dia, padahal usia 4 sampai 5 tahun lagi senang berteman, emosi jadi cenderung negatif karena ngga ada teman, kata Nina.
Nina mengatakan, anemia yang tidak ditangani akan berdampak pada aspek sosial emosi pada masalah yang lebih besar yaitu perundungan dari teman sekolahnya dan masalah kesehatan kejiwaan. Ia mengatakan hal ini bisa terjadi pada anak di jenjang sekolah SD sampai SMA.
Anak yang anemia akan memengaruhi produksi hormon dopamin yang menyebabkan anak mempunyai masalah emosi yang cenderung negatif. Akibatnya, anak sulit bergaul sehingga dikucilkan oleh teman sebayanya serta dirundung karena dianggap lemah dan tidak tahu apa-apa.
Dari perundungan ini, anak akan merasa selalu buruk dan gagal sehingga bisa muncul bibit masalah kejiwaan seperti kecemasan atau anxiety dan berujung depresi.
Masuk sekolah deg-degan khawatir akan dirundung, bisa juga mengalami bibit depresi yaitu kondisi kejiwaan saat murung. Anak diasingkan karena ngga asik diajak ngobrol kemudian anak jadi sedih itu bisa jadi depresi, ungkap psikolog di Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPTUI) ini.
Nina mengatakan, anemia pada anak bisa dicegah selama orang tua memastikan memenuhi asupan nutrisi anak dan melakukan stimulasi yang dibutuhkan anak.
Ciptakan suasana hangat dan hubungan yang baik dengan anak dengan melakukan kegiatan bersama seperti bermain agar mengoptimalkan semua aspek tumbuh kembangnya. Melalui kedekatan dengan orang tua, anak akan mempunyai kualitas emosi sosial yang optimal serta anak menjadi ceria dan mempunyai emosi positif.
Ini sangat bisa dicegah, maka penting sekali skrining dan pastikan stimulasi baik, nutrisi baik dan hubungan baik dengan anak sehingga bully dan masalah kesehatan jiwa tidak terjadi, harap Nina.
Berita Terkait
Dinkes Bangka bagikan obat penambah darah untuk pelajar putri
7 Mei 2024 12:08
Selebriti banjiri foto Instagram Babe Cabita dengan ucapan duka
9 April 2024 12:06
Perjalanan karier Babe Cabita, dari juara SUCI 3 hingga bisnis kuliner
9 April 2024 12:03
Komedian Babe Cabita akan dimakamkan di TPU Cirendeu Tangerang Selatan
9 April 2024 11:33
Komedian Babe Cabita meninggal di usia 34 tahun
9 April 2024 11:19
Kapankah skrining deteksi anemia dapat dilakukan?
2 Januari 2023 13:39
Pentingnya melindungi perempuan Indonesia dari anemia
22 Desember 2022 14:52