Jakarta (Antaranews Babel) - Kasus eksekusi terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Muhammad Zaini Misrin selain menimbulkan pertanyaan yang mengusik rasa keadilan, di lain pihak juga menyiratkan perlunya pembahasan dan tindakan dari beragam aspek terkait TKI.
Sejumlah pihak seperti Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengingatkan bahwa kasus hukum yang dihadapi TKI cukup banyak sehingga pemerintah dengan segenap upaya harus dapat mengatasi persoalan tersebut.
Kesiapan dan kesigapan dari aparat hukum diharapkan bisa lebih fokus terhadap pembelaan bagi warga Indonesia di luar negeri.
Politisi Partai Demokrat itu mengemukakan bahwa aparat penegak hukum harus lebih sigap, waspada dan cepat dalam melindungi TKI yang berada di luar negeri.
Para TKI yang menghadapi masalah hukum perlu mendapat pembelaan agar bisa mendapatkan keputusan hukuman yang paling ringan, atau paling tidak, upaya pembelaan yang diberikan oleh pemerintah bagi mereka juga telah maksimal.
Pemerintah juga dinilai perlu melakukan pembenahan secara total terkait persoalan yang menyangkut bidang perekrutan, pendidikan, hingga pembinaan terhadap TKI.
Anggota DPR RI Fraksi PKS Ahmad Zainuddin di Jakarta, Rabu (21/3), mengemukakan bahwa kasus eksekusi mati terhadap warga negara Indonesia merupakan masalah di hilir, namun juga akibat persoalan di hulu yang tidak terbenahi secara total.
Ia berpendapat bahwa langkah diplomatik dengan melakukan nota protes perlu dilakukan, tetapi harus pula menyadari bahwa Arab Saudi adalah negara berdaulat dengan sistem hukum pidana yang berbeda dengan negara lain termasuk Indonesia.
"Sementara kasus seperti ini terus berulang. Lantas bagaimana di dalam negeri? Pemerintah harus benahi total cara perekrutan, pendidikan dan pembinaan pekerja migran," ucapnya.
Zainuddin menuturkan bahwa menyiapkan tenaga kerja yang berpendidikan dan trampil perlu juga dilengkapi dengan pengetahuan dan kesiapan yang matang tentang kondisi hukum dan masyarakat di negara tujuan.
Menurut dia, pemerintah juga harus menutup celah-celah perekrutan dan pengiriman pekerja migran secara ilegal ke luar negeri, karena meski telah ada moratorium pengiriman TKI ke Arab, tetapi pengiriman secara ilegal ditengarai masih terjadi.
Anggota Komisi I DPR RI Teuku Riefky Harsya mengharapkan pihak pemda dapat mengoptimalkan peningkatan perlindungan bagi TKI sejak mereka direkrut dari berbagai daerah.
Menurut dia, peran pemda secara maksimal bisa berada pada tahap deteksi awal dan khususnya pencegahan.
Pencegahan deteksi awal tersebut bisa dilakukan dengan bersinergi dengan sejumlah kementerian dan lembaga, bahkan juga dengan LSM seperti Migrant Care.
Politisi Partai Demokrat itu mengungkapkan, berdasarkan laporan yang diterima serta kajian yang dilakukannya, permasalahan daerah biasanya terletak pada kantor-kantor PJTKI yang banyak memiliki cabang hingga ke tingkat desa untuk mempermudah perekrutan, sedangkan kantor pusat terletak di Jakarta.
Untuk itu, ujar dia, sejumlah langkah pencegahan yang bisa dilakukan pemda antara lain dengan menghentikan pengiriman TKI ilegal dan memperketat persyaratan perjalanan ke luar negeri.
Pemda, lanjutnya, juga diharapkan dapat menutup semua jalan alternatif pengiriman TKI ilegal serta memberi sanksi berat kepada oknum aparat yang membantu pengiriman TKI secara ilegal tersebut.
Selain itu, ia juga mengingatkan pentingnya penataan ulang terkait perizinan pendirian PJTKI di daerah-daerah.
Pencabutan izin
Kebijakan pemerintah untuk melakukan pencabutan izin terhadap 118 perusahaan penyalur TKI sejak akhir 2014 dinilai merupakan langkah yang tepat, tetapi juga harus disertai evaluasi untuk pelajaran bagi penyalur lainnya.
Peneliti pada Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy mengatakan evaluasi yang menyeluruh sangat dibutuhkan sebagai masukan dan pembelajaran bagi perusahaan yang izinnya dicabut dan juga untuk perusahaan penyalur pekerja migran yang masih beroperasi.
Menurutnya, tindakan itu bertujuan untuk memastikan para pekerja migran sudah mendapatkan hak-haknya sejak sebelum diberangkatkan.
Perusahaan juga dapat memaksimalkan pelatihan sebagai masa untuk meningkatkan kualitas dan pengetahuan para pekerja, agar mereka siap bekerja lebih baik.
Untuk itu, ujar dia, pengawasan dan monitoring oleh pemerintah terhadap proses tersebut menjadi sangat penting karena bertujuan untuk menjaga kualitas perusahaan sebagai penyalur tenaga kerja dan memastikan hak-hak para calon pekerja migran dapat terpenuhi.
Imelda juga menambahkan, sebaiknya tindakan pencabutan izin ini bukan hanya dilakukan karena kasus pengiriman pekerja migran yang tidak sesuai prosedur, tapi juga terhadap perusahaan penyalur yang tidak memenuhi persyaratan usaha, seperti tidak memiliki sarana dan prasarana penampungan calon pekerja migran yang memadai.
Pencabutan izin juga bisa dilakukan terhadap mereka yang tidak memiliki sarana pelatihan yang memenuhi standar peningkatan keterampilan para calon pekerja migran.
Sarana pelatihan yang memadai antara lain bangunan tempat penampungan calon pekerja migran laki-laki dan perempuan harus terpisah dengan ruang tidur untuk setiap kamar seluas minimal tujuh meter persegi. Satu kamar tidur maksimal dihuni oleh delapan orang, kamar harus dilengkapi dengan tempat tidur tunggal, kasur, bantal dan sprei, tempat pakaian/barang calon pekerja migran, ventilasi, kipas angin, dan lampu penerangan yang mencukupi.
Pemenuhan sarana dan prasarana yang memadai di penampungan sangat penting karena masa-masa menunggu pemberangkatan adalah salah satu fase terberat yang harus dilalui para calon pekerja migran, sehingga bila mereka tinggal di penampungan yang tidak memenuhi syarat dalam durasi waktu yang tidak diketahui, kondisi ini akan menjadi suatu tekanan bagi mereka.
Regulasi yang mungkin dilanggar antara lain adalah menyalurkan pekerja migran ke negara yang termasuk dalam daftar moratorium penempatan dan mengabaikan perlindungan terhadap mereka.
Imelda mengatakan, kasus yang terjadi kepada Zaini Misrin sangat disayangkan sehingga diplomasi antara pemerintah dengan negara-negara yang mempekerjakan pekerja migran Indonesia harus diperkuat.
Menurut dia, penguatan diplomasi harus dilakukan terus menerus dan tidak hanya lewat pertemuan, tetapi juga melalui sistem pendataan dan pengawasan yang dilakukan secara berkala sehingga KBRI juga bisa melacak keberadaan dan status hukum pekerja migran.
Basis data
Perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) atau pekerja migran RI yang bekerja di luar negeri dinilai bakal lebih efektif bila menerapkan basis data menggunakan KTP elektronik.
Imelda berpendapat, minimnya data dan informasi mengenai para pekerja migran serta keberadaan mereka menjadi alasan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap status para pekerja migran sehingga perlindungan yang menggunakan basis data sangat penting.
Ia memaparkan bahwa proses validasi data bagi para pekerja migran penting dilakukan karena ini merupakan salah satu tahapan bagi pemerintah untuk dapat memberikan perlindungan hukum kepada setiap warga negaranya, dan ini tidak terikat oleh faktor lokasi dan geografi.
Dengan menggunakan E-KTP yang dapat diakses secara online, proses pencocokan data akan jadi lebih mudah serta dapat menghindari pencatatan data secara ganda atau tidak akurat.
Proses validasi data ini, lanjutnya, berlaku bagi setiap pekerja migran yang bekerja di luar negeri, baik yang menempuh jalur resmi atau jalur tidak resmi.
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah di Jakarta, Rabu (21/3), yang menekankan kepada Kementerian Dalam Negeri agar basis data tentang kewarganegaraan segera dituntaskan.
"Ini terkait pembangunan sistem nasional, jangan sampai bobol sistemnya itu. Bobol dalam pengertian datanya tidak jelas, rakyatnya ada berapa, yang di luar negeri ada berapa, yang menjadi pekerja migran ada berapa, di negara mana ada berapa," kata Fahri Hamzah.
Menurut dia, semua hal tersebut harus bisa benar-benar dimutakhirkan karena melacak para pekerja berkewarganegaran Indonesia di luar negeri sudah menjagi tugas dan tanggung jawab negara.
Untuk itu, Fahri juga mendesak agar pemerintah segera melakukan digitalisasi data dan sistem perlindungan bagi para TKI agar keberadaan mereka dan persoalan yang dihadapi dapat terpantau dan peristiwa eksekusi mati TKI di luar negeri tidak terulang kembali.
Berita Terkait
MK tegaskan pemberi kerja wajib utamakan tenaga kerja Indonesia
31 Oktober 2024 14:44
Disinformasi! Kemenkes berikan dana bantuan Rp150 juta untuk TKI
12 Februari 2024 10:12
KBRI Beijing terbitkan SPLP sejumlah WNI terjerat hukum di Shandong
26 Februari 2023 11:04
Menengok "shelter" KJRI Johor Bahru
23 Desember 2022 22:18
Cerita mereka dari tempat perlindungan
23 Desember 2022 22:05
Hoaks! TNI serbu Malaysia dan 6.000 TKI diungsikan
24 Agustus 2022 22:11
TNI AU tahan Serka S yang terlibat pengiriman TKI ilegal ke Malaysia
31 Desember 2021 21:25