Jakarta (Antaranews Babel) - Kebijakan terkait beras perlu dibenahi dalam rangka memperkuat kredibilitas pemerintah karena komoditas tersebut adalah bahan pangan pokok yang dikonsumsi oleh mayoritas masyarakat di Tanah Air.
"Kebijakan terkait beras sangat berdampak besar terhadap kelangsungan perut rakyat Indonesia dan kredibilitas pemerintah dalam menjaga pasokan pangan," kata Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Yeka Hendra Fatika dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, belakangan ini banyak kebijakan yang kerap dipertanyakan seperti Harga Eceran Tertinggi (HET), klaim surplus beras, impor beras dan bantuan pangan non tunai (BPT), yang dinilai mengutak-atik formulasi terkait sisi pasokan dan permintaan dari industri beras nasional.
Ia berpendapat bahwa sedikit saja salah langkah bisa berakibat fatal dari segi ekonomi dan elektabilitas, terutama mengingat bahwa sekitar 70 persen masyarakat Indonesia adalah segmen menengah ke bawah, dan 70 persen dari pengeluaran segmen tersebut terkait pangan.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pembina Center for Indonesian Policy Studies, Saidah Sakwan memaparkan, ada sejumlah hal yang harus dibenahi pemerintah terkait tata niaga beras, antara lain perlunya pembenahan dalam manajemen stok beras dan neraca beras nasional, karena hingga kini masih ada kesenjangan data produksi dan konsumsi.
Saidah menyatakan pemerintah harus berhati-hati dalam melakukan intervensi melalui kebijakan karena hal tersebut dinilai bakal memengaruhi harga beras di pasar.
Ia mencontohkan, seperti saat ini disaat akan panen raya harga beras tetap tinggi karena ada kebijakan fleksibilitas harga pembelian oleh Bulog sebesar 20 persen.
"Problemnya, Bulog diperbolehkan untuk menggunakan flksibilitas harga sebesar 20 persen dari HPP. Harga Bulog itu menjadi referensi secara nasional. Lalu bagaimana kalau harganya tinggi atau di atas HPP? Hal ini akan berakibat pada kenaikan harga beras di pasar karena semua akan ikut menyesuaikan harga Bulog," katanya.
Saidah mengingatkan bahwa ketika harga Bulog mahal maka hal ini akan memengaruhi harga di tingkat konsumen. Ia juga menyoroti persoalan data terkait beras yang seringkali berbeda-beda antara satu institusi dengan institusi lainnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Rosan Roeslani mengatakan, Pemerintah perlu melepaskan ketergantungan konsumsi masyarakat terhadap beras untuk mengatasi permasalahan ketahanan pangan di Tanah Air.
"Program diversifikasi pangan harus lebih ditingkatkan, mengingat Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan sumber-sumber karbohidrat selain beras, seperti jagung, sorgum, kentang, sagu, dan umbi-umbian," kata Rosan.
Menurut dia, untuk menunjang program diversifikasi tersebut perlu ditetapkan kluster komoditas terkait dimana untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan ketersediaan lahan yang memadai.
Ia menyakini bahwa Indonesia akan mampu berswasembada dan menciptakan ketahanan pangan, bahkan mampu menjadi pemasok kebutuhan dan lumbung pangan dunia apabila tidak terkendala ketersediaan lahan.
Kebijakan terkait beras perlu perkuat kredibilitas pemerintah
Selasa, 27 Maret 2018 13:34 WIB