Pangkalpinang (Antaranews Babel) - Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, mencatat perekonomian Babel pada 2018 tumbuh 4,45 persen, atau melambat 4,47 persen dibandingkan 2017, karena lapangan usaha penambangan dan pengalian di daerah penghasil bijih terbesar nomor dua terbesar di dunia itu berkurang.
"Pertumbuhan perekonomian pada 2018 yang diukur PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) mencapai Rp73,07 triliun dan PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) 2010 mencapai Rp52,21 triliun," kata Kepala BPS Provinsi Kepulauan Babel Darwis Sitorus di Pangkalpinang, Rabu.
Ia mengatakan pertumbuhan perekonomian ini terjadi pada hampir semua lapangan usaha, kecuali lapangan usaha pertambangan dan penggalian serta lapangan usaha pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang yang mengalami kontraksi masing-masing sebesar 1,08 persen dan 5,60 persen.
"Pertumbuhan tertinggi dicapai lapangan usaha informasi dan komunikasi 10,72 persen, lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib serta jasa pendidikan yang masing-masing tumbuh sebesar 9,18 persen dan 9,00 persen," ujarnya. Menurut dia struktur perekonomian Kepulauan Bangka Belitung berdasarkan lapangan usaha didominasi oleh lima lapangan usaha utama yakni industri pengolahan (20,64 persen), pertanian, kehutanan dan perikanan (18,01 persen), perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor (15,70 persen), pertambangan dan penggalian (10,59 persen) serta konstruksi (9,73 persen).
"Lapangan usaha pertambangan dan penggalian yang merupakan penyumbang terbesar keempat bagi perekonomian Kepulauan Bangka Belitung mengalami pertumbuhan negatif (terkontraksi)," katanya.
Ia menambahkan perlambatan kinerja perekonomian di 2018 juga dipengaruhi oleh industri pengolahan bijih timah yang mengalami perlambatan pertumbuhan. Hal ini merupakan salah satu dampak dari adanya surat edaran ICDX (Indonesia Commodity and Derivatives Exchange) pada Oktober 2018 yang menolak surat keterangan asal bijih timah yang dikeluarkan oleh Surveyor Indonesia.
Sementara sebagian besar perusahaan smelter timah yang ada di Kepulauan Bangka Belitung menggunakan jasa Surveyor Indonesia.
"Dengan ditolaknya surat keterangan asal bijih timah yang dikeluarkan oleh Surveyor Indonesia, sebagian besar perusahaan smelter timah berhenti berproduksi pada akhir 2018," ujarnya.