Dinas Kesehatan kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memetakan adanya tiga masalah yang menjadi utama penyebab masih tingginya kasus kekerdilan di daerah itu.
"Faktor penyebab kekerdilan ini kompleks sehingga butuh pemetaan yang jeli agar kita bisa bersama-sama mengatasi permasalahan yang ada dan mengantisipasi agar bisa ditekan seminimal mungkin," kata Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Barat Muhammad Putra Kusuma di Mentok, Senin.
Putra menjelaskan dari hasil pemetaan yang dilakukan para petugas terkait penyebab kekerdilan yang masih terjadi di Kabupaten Bangka Barat disebabkan tiga faktor yaitu tingkat ekonomi keluarga rendah, tingkat pendidikan orang tua rendah dan masih terjadi perkawinan di bawah umur.
"Permasalahan ini tidak akan mampu diatasi jika hanya Dinas Kesehatan yang bergerak, namun perlu dukungan banyak pihak. Pada tahun ini pemerintah menunjuk BKKBN sebagai motor penggerak, ini lebih pas karena kekerdilan bukan sekedar permasalahan kesehatan tetapi lebih pada pola pikir, pola asuh anak dan kebiasaan hidup dalam keluarga," katanya.
Baca juga: Angka kekerdilan di Bangka Barat turun 9,56 persen
Dengan penunjukan BKKBN sebagai motor penggerak utama, diharapkan berbagai permasalahan keluarga yang berpotensi mengakibatkan terjadinya kekerdilan bisa diatasi, salah satunya dengan upaya pemberdayaan dan peningkatan ekonomi keluarga.
Dalam hal ini, Dinas Pendidikan dan Kantor Wilayah Kementerian Agama juga memegang peran penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencegah perkawinan usia muda (di bawah 18 tahun).
"Kami akan terus berupaya meningkatkan komunikasi dan kordinasi lintas sektor untuk mengatasi dan mengurangi terjadinya kekerdilan," katanya.
Sedangkan untuk mengurangi jumlah kasus kekerdilan yang ada saat ini, Dinas Kesehatan bersama pemerintah desa dan puskesmas melakukan beberapa kegiatan untuk meningkatkan gizi dan memantau kesehatan pada anak dan ibu hamil.
Baca juga: Dinkes Bangka Barat menerjunkan tim dokter spesialis atasi kekerdilan
"Kami berharap seluruh instansi terkait bisa terus bersama-sama membantu sesuai kewenangan masing-masing agar permasalahan ini bisa segera diatasi," katanya.
Berdasarkan data hasil survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, angka kekerdilan di Bangka Barat mencapai 33 persen, namun berkat kebijakan dan intervensi yang dilakukan selama ini angka tersebut berangsur menurun setiap tahun, bahkan pada 2022 sudah mencapai 9,56 persen atau melebih target nasional 2024 sebesar 14 persen.
Selama tiga tahun terakhir, yaitu pada 2020 dari sebanyak 14.134 balita yang diukur ditemukan 1.750 kasus kekerdilan (12,38 persen), pada 2021 dari 13.980 balita ditemukan 1.552 kerdil (11,1), dan pada tahun 2022 dari sebanyak 13.197 balita yang diukur ditemukan 1.262 kerdil (9,56).
Baca juga: Dinkes: Pasien COVID-19 di Bangka Barat tersisa dua orang
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023
"Faktor penyebab kekerdilan ini kompleks sehingga butuh pemetaan yang jeli agar kita bisa bersama-sama mengatasi permasalahan yang ada dan mengantisipasi agar bisa ditekan seminimal mungkin," kata Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Barat Muhammad Putra Kusuma di Mentok, Senin.
Putra menjelaskan dari hasil pemetaan yang dilakukan para petugas terkait penyebab kekerdilan yang masih terjadi di Kabupaten Bangka Barat disebabkan tiga faktor yaitu tingkat ekonomi keluarga rendah, tingkat pendidikan orang tua rendah dan masih terjadi perkawinan di bawah umur.
"Permasalahan ini tidak akan mampu diatasi jika hanya Dinas Kesehatan yang bergerak, namun perlu dukungan banyak pihak. Pada tahun ini pemerintah menunjuk BKKBN sebagai motor penggerak, ini lebih pas karena kekerdilan bukan sekedar permasalahan kesehatan tetapi lebih pada pola pikir, pola asuh anak dan kebiasaan hidup dalam keluarga," katanya.
Baca juga: Angka kekerdilan di Bangka Barat turun 9,56 persen
Dengan penunjukan BKKBN sebagai motor penggerak utama, diharapkan berbagai permasalahan keluarga yang berpotensi mengakibatkan terjadinya kekerdilan bisa diatasi, salah satunya dengan upaya pemberdayaan dan peningkatan ekonomi keluarga.
Dalam hal ini, Dinas Pendidikan dan Kantor Wilayah Kementerian Agama juga memegang peran penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencegah perkawinan usia muda (di bawah 18 tahun).
"Kami akan terus berupaya meningkatkan komunikasi dan kordinasi lintas sektor untuk mengatasi dan mengurangi terjadinya kekerdilan," katanya.
Sedangkan untuk mengurangi jumlah kasus kekerdilan yang ada saat ini, Dinas Kesehatan bersama pemerintah desa dan puskesmas melakukan beberapa kegiatan untuk meningkatkan gizi dan memantau kesehatan pada anak dan ibu hamil.
Baca juga: Dinkes Bangka Barat menerjunkan tim dokter spesialis atasi kekerdilan
"Kami berharap seluruh instansi terkait bisa terus bersama-sama membantu sesuai kewenangan masing-masing agar permasalahan ini bisa segera diatasi," katanya.
Berdasarkan data hasil survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, angka kekerdilan di Bangka Barat mencapai 33 persen, namun berkat kebijakan dan intervensi yang dilakukan selama ini angka tersebut berangsur menurun setiap tahun, bahkan pada 2022 sudah mencapai 9,56 persen atau melebih target nasional 2024 sebesar 14 persen.
Selama tiga tahun terakhir, yaitu pada 2020 dari sebanyak 14.134 balita yang diukur ditemukan 1.750 kasus kekerdilan (12,38 persen), pada 2021 dari 13.980 balita ditemukan 1.552 kerdil (11,1), dan pada tahun 2022 dari sebanyak 13.197 balita yang diukur ditemukan 1.262 kerdil (9,56).
Baca juga: Dinkes: Pasien COVID-19 di Bangka Barat tersisa dua orang
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023