Sungailiat, Bangka (ANTARA) - Alumni Pasca Sarjana UGM jurusan Teknik Kimia Konsentrasi Pengolahan Bahan Mineral, Akbar Yulandra mengatakan, diperlukan sinergitas antar lembaga pemerintah untuk menjaga dan pemanfaatan sumber daya mineral logam tanah jarang (LTJ) atau "rare earth element" (REE).
"Saya menilai diperlukan suatu komitmen sinergitas antar lembaga vertikal dan daerah termasuk masyarakat untuk pengatur kebijakan pengelolaan LTJ di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung," kata Akbar Yulandra di Sungailiat, Senin.
Selain tata pengelolaan LTJ yang terarah kata dia, diperlukan pengawasan kegiatan eksportir mineral ikutan timah dan zikron untuk mencegah tindakan ilegal.
Menurutnya, wilayah Bangka Belitung memiliki potensi sumber daya mineral logam tanah jarang yang harus dikelola dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.
"Diketahui logam tanah jarang dengan 17 unsur di dalamnya mempunyai kegunaan cukup besar mendukung perkembangan teknologi seperti digunakan baterai mobil listrik serta jenis teknologi lainnya," jelasnya.
Unsur tanah jarang juga memiliki peranan yang penting dalam pertahanan negara kata dia, seperti penggunaan kapal anti radar, peralatan GPS, baterai, dan elektronik pertahanan.
Dikatakan, 17 unsur logam tanah jarang meliputi scandium (Sc), lanthanum (La), cerium (Ce), praseodymium (Pr), neodymium (Nd), promethium (Pm), samarium (Sm), europium (Eu), gadolinium (Gd), terbium (Tb), dysprosium (Dy), holmium (Ho), erbium (Er), thulium (Tm), ytterbium (Yb), lutetium (Lu) dan yttrium (Y).
"Unsur - unsur radioaktif pada mineral monazite dan xenotime terdapat unsur uranium (U) dan Thorium (Th) yang dapat dipergunakan PLTN," katanya.
Dalam proses pengelolaan logam tanah jarang sampai pada pemisahan kata dia, terdapat tantangan besar karena 17 unsur tersebut memiliki sifat kimia dan fisika yang sangat sama sehingga benar-benar memerlukan kesiapan sumber daya manusia yang berkualitas dan dukungan teknologi.
Untuk memperoleh kemurinian LTJ yang tinggi kata dia, memerlukan biaya yang cukup mahal karena diperlukan beberapa tahapan proses mulau dari "leaching, pengendapan bertingkat dan ekstraksi bertingkat.
"Tantangan berikutnya adalah mengolah kembali "recycle" logam tanah jarang yang telah digunakan pada teknologi," kata Akbar Yulanda.
Dia mengatakan, pengembangan logam tanah jarang di Indonesia masih dalam tahap "pilot plan" dengan skala tahapan uji laboratorium sudah lewat tetapi belum sampai pada volume skala produksi.
"Kita ketahui, banyak manfaat logam tanah jarang untuk mendukung pengembangan teknologi sehingga banyak beberapa negara yang menginginkan sumber daya mineral tersebut," ujarnya.