Pangkalpinang (ANTARA) - Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Perbendaharaan (DJPB) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Edih Mulyadi mengajak pemerintah daerah (Pemda) untuk menyamakan persepsi dengan pemerintah pusat terkait penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) agar lebih maksimal dan tepat guna pada tahun 2023.
“Untuk penyerapan APBD Babel hingga 26 Desember ini sudah cukup baik, dengan persentase sebesar 87,37 persen.” kata Edih Mulyadi, di Pangkalpinang, Selasa.
Edih menjelaskan, berdasarkan data terkini dari Portal Data Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD), penyerapan APBD untuk seluruh pemda lingkup Provinsi Kepulauan Bangka Belitung hingga 26 Desember 2022 sebesar 87,37 persen.
Jika dilihat per jenis belanja yang tertinggi adalah belanja lain-lain sebesar 94,57 persen, belanja pegawai 91,36 persen, belanja barang dan jasa 82,04 persen, dan yang paling rendah adalah belanja modal sebesar 79,65 persen.
Menurut Edih ada beberapa hal yang menjadi hambatan dalam penyerapan APBD. Kendala pertama adalah gagal lelang untuk proyek-proyek yang harus dilelang terlebih dahulu.
“Penyebab proyek-proyek gagal lelang salah satunya adalah karena tidak ada peminat atau juga karena ada yang menyanggah sehingga proses pencairan dan pelaksanaan terhambat.” ujarnya.
Kendala lainnya juga keterlambatan petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis) dari kementerian terkait, perubahan pejabat perbendaharaan mulai dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), bendahara, dan petugas pengadaan barang dan jasa (PBJ).
“Dana-dana APBD yang dialokasikan dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik disalurkan ke pemda melalui kementerian sehingga pelaksanaannya menunggu juklak dan juknis yang diterbitkan oleh kementerian terkait. Rotasi atau mutasi juga sering kali menghambat pelaksanaan kegiatan karena dibutuhkan kesiapan pejabat baru untuk menggantikan pejabat lama," terang Edih.
Kegiatan yang sudah dianggarkan tidak jadi dilaksanakan atau ditarik oleh pusat dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu dan adanya tambahan anggaran selama tahun berjalan ini juga menjadi kendala penyerapan APBD.
“Contohnya di Pemprov, tahun ini mendapat tambahan dana insentif daerah (DID) yang datang di bulan Oktober dan awal Desember yang mengakibatkan bertambahnya persentase pembagi untuk penyerapan dana APBD.” tambah Edih.
Edih berharap agar penyerapan APBD berjalan maksimal kedepannya perlu dilakukan review dana-dana yang disalurkan oleh masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD) kemudian dipetakan kegiatan-kegiatan yang dapat dieksekusi lebih awal agar belanja tidak menumpuk di satu waktu.
“Idealnya diharapkan belanja-belanja tidak hanya dibagi 12 bulan tapi dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan manfaat strategisnya. Contohnya belanja mobil di triwulan pertama atau membangun pasar di awal tahun sehingga manfaatnya bisa lebih awal diterima pengguna.” ungkap Edih.
Oleh karena itu pimpinan daerah harus proaktif untuk menyamakan persepsi seluruh stakeholder. Perlu dilakukan evaluasi anggaran 2022 sekaligus persiapan anggaran 2023 bersama para pemimpin daerah untuk menyamakan frekuensi dan cara pandang.
Terlebih pada tahun 2023 terdapat hal-hal yang secara prinsip berbeda karena diberlakukan Undang-undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Undang-undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
"Contohnya pada tahun 2023 untuk dana alokasi umum tidak hanya digelontorkan dengan Block Grant yang membagi dana ke dalam 12 bulan, tapi juga terdapat dana yang dibagi spesifik yang dibayar berdasarkan kinerja," ujarnya.
Selain itu dasar perhitungan Dana Bagi Hasil (DBH) 2023 berubah menjadi n-1 yang mana dasar perhitungan berdasarkan data tahun sebelumnya. Pola penyaluran dana ke daerah tahun 2023 juga mengalami perubahan yaitu dana transfer ke daerah yang sebelumnya dilakukan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Pusat mulai tahun depan dilakukan oleh KPPN setempat.
"Perlu dilakukan penyamaan frekuensi terkait penggunaan dana desa agar penggunaannya tepat guna dan tepat sasaran," tutup Edih.