Pangkalpinang (ANTARA) - Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) menggelar Forum Group Discussion (FGD) untuk membahas pengembangan hilirisasi kelapa sawit dengan mengundang beberapa narasumber yaitu Dr. Mimin Aminah dari IPB dan Ir. Gelar Satya Budhi dari Direktur Pemberdayaan Masyarakat IREEM.
Kegiatan ini di buka langsung oleh Kepala Disperindag Babel Tarmin, di dampingi Kabid Perencanaan dan Pembangunan Industri Subekti Saputra dna diikuti para petani sawit, Bumdes, Koperasi Sawit dan Gapoktan Sawit.
Kepala Disperindag Babel, Tarmin mengatakan kelapa sawit merupakan salah satu komoditas dari sektor pertanian yang memiliki daya tahan yang ikut serta menopang pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, industri kelapa sawit juga berkontribusi dalam penciptaan lapangan kerja baik langsung maupun tidak langsung sebab pemerintah memiliki visi agar industri sawit Indonesia dapat menjadi produsen sawit terbesar dan mendorong hilirisasi atau pengembangan produk turunannya.
"Kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak nabati tertinggi. Per hektar lahan kebunnya mampu memproduksi lebih banyak minyak dibandingkan minyak nabati lain. Oleh karena itu industri kelapa sawit memenuhi kriteria sebagai industri unggulan yang pantas untuk dikembangkan lebih luas lagi, dari mulai hulu hingga ke hilir," kata Tarmin.
Selain itu, kelapa sawit mempunyai kemampuan menghasilkan minyak nabati yang banyak dibutuhkan oleh sektor industri pengolahan yang sifatnya tahan oksidasi dengan tekanan tinggi dan kemampuannya melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, serta daya melapis yang tinggi membuat minyak kelapa sawit dapat digunakan untuk beragam peruntukan, diantaranya yaitu untuk minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar.
Program hilirisasi industri sawit yang dimaksudkan untuk mendapatkan nilai tambah produk bahan mentah, memperkuat struktur industri, menyediakan lapangan kerja dan memberi peluang usaha di Indonesia.
"Melalui hilirisasi industri sawit diharapkan komoditas yang diekspor nantinya tidak lagi berupa bahan baku, tetapi sudah dalam bentuk produk turunan atau barang jadi sehingga dapat meningkatkan harga yang berujung pada peningkatan penerimaan devisa melalui ekspor," ujarnya.