Pangkalpinang (ANTARA) - DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menaikkan harga beli timah rakyat serta mempercepat penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Desakan itu disampaikan Ketua DPRD Babel Didit Srigusjaya saat melakukan kunjungan kerja bersama Komisi III ke Kementerian ESDM di Jakarta, Senin (29/9).
Dalam keterangan tertulis yang diterima di Pangkalpinang, Senin (29/9), Didit mengungkapkan, berdasarkan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Utama PT Timah dua pekan lalu, terungkap bahwa penentuan harga beli timah bukan kewenangan PT Timah, melainkan Kementerian ESDM.
Ia menilai disparitas harga timah antara PT Timah dan swasta sangat mencolok, bahkan mencapai Rp60 ribu per kilogram, sehingga penambang lebih memilih menjual ke swasta dan PT Timah kekurangan pasokan.
“Jangan sampai rakyat dikorbankan hanya karena harga beli yang timpang. Ini harus dibicarakan serius di tingkat pusat,” tegas Didit.
Ia juga menyoroti keluhan masyarakat terkait keterlambatan pembayaran oleh PT Timah yang membuat penambang enggan menyalurkan produksi secara legal.
Selain harga, DPRD Babel meminta Kementerian ESDM mempercepat penerbitan IPR. Menurut Didit, realisasi IPR masih berjalan lambat meski pemerintah pusat sudah menawarkan solusi.
“IPR adalah kepastian hukum bagi rakyat kecil untuk menambang sesuai aturan sekaligus menjaga kelestarian lingkungan,” ujarnya.
DPRD Babel menegaskan akan terus mengawal persoalan harga timah dan IPR hingga ada penyelesaian nyata dari pemerintah pusat.
“Kami datang bukan untuk kepentingan pribadi, tapi murni memperjuangkan rakyat. Rakyat adalah tuan kami, dan kami hanyalah wakil mereka,” pungkas Didit.
Menanggapi hal itu, perwakilan Kementerian ESDM, Irsan, menjelaskan bahwa kewenangan pemerintah pusat hanya sebatas pada penentuan harga acuan ekspor yang ditetapkan melalui Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) serta Jakarta Futures Exchange (JFX). Adapun harga pembelian dari mitra atau pemasok lokal ditentukan PT Timah.
“Perbedaan harga di lapangan lebih disebabkan mekanisme internal PT Timah dalam menyesuaikan harga dengan mitra, termasuk kebijakan pembayaran. Pemerintah tetap mendorong agar tata niaga timah lebih transparan dan adil bagi penambang rakyat,” kata Irsan.
Ia menegaskan pemerintah memahami keresahan masyarakat dan berkomitmen mencari solusi yang menyeimbangkan kepentingan negara, perusahaan, dan rakyat penambang.
