Bogor (Antara Babel) - Direktur Pengawasan Bank 2 Otoritas Jasa Keuangan
Anung Herlianto mengatakan sebagian besar kasus penipuan (fraud) di
sektor perbankan, terjadi karena adanya peran orang dalam yang
mengetahui celah dalam sistem.
"Kasus pembobolan itu 90 persen selalu melibatkan orang dalam," kata Anung dalam acara pelatihan wartawan di Bogor, Sabtu.
Anung menambahkan kebanyakan kasus penipuan tersebut juga didukung
oleh kurang pedulinya para nasabah dalam mengelola dana yang
didepositokan dan terlalu percaya dengan pihak perbankan.
"Kelemahan itu diperparah dengan orang yang punya duit itu tidak
ingin repot dalam melakukan administrasi dan meminta pihak bank yang
datang, karena sudah terlanjur percaya," kata Anung.
Ia mengatakan pembenahan pengawasan internal sangat dibutuhkan agar
kasus penipuan dalam sektor perbankan makin berkurang dan tidak ada lagi
nasabah yang dirugikan.
Namun, Anung mengakui tindakan pelanggaran hukum seperti yang
terjadi dalam kasus BTN masih bisa terjadi, meski regulasi pengawasan
sudah memadai, karena hal itu juga tergantung dari kualitas sumber daya
manusia.
"Regulasi kita sudah common practice, lebih bagus dibandingkan
regulasi perbankan di Eropa, bahkan AS serta Jepang. Kita itu lebih
rigid. Namun, intinya kita akan perkuat kontrol internal di seluruh
bank," jelas Anung.
Sebelumnya, PT Bank Tabungan Negara Persero Tbk (BTN) menyatakan
dugaan pemalsuan bilyet deposito yang merugikan sejumlah nasabah sudah
dilaporkan ke Polda Metro Jaya dan kasusnya sudah dilimpahkan ke
Kejaksaaan Tinggi DKI Jakarta.
Sekretaris Bank BTN Eko Waluyo mengatakan dari hasil investigasi,
bilyet deposito perseroan itu dipalsukan oleh kelompok yang diduga
sindikat kejahatan perbankan. Sindikat tersebut menggunakan nama BTN
secara ilegal untuk menawarkan produk deposito dan beroperasi di luar
sistem perseroan.
"Hingga kini, laporan pemalsuan bilyet deposito tersebut dilimpahkan
ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. BTN akan tunduk dan patuh terhadap
hukum dan tidak akan melindungi pihak manapun yang terkait dengan
tindakan penipuan tersebut," katanya.
BTN juga mengklaim telah menerapkan prinsip kehati-hatian dengan
membentuk cadangan risiko operasional. Cadangan ini telah disampaikan
dalam laporan keuangan audit tahun 2016.
Kasus dugaan pemalsuan bilyet deposito bermula dari laporan
tertanggal 16 November 2016. Laporan tersebut terkait dengan kegagalan
pencairan deposito sebelum jangka waktu pencairan.
Menanggapi laporan itu, BTN memverifikasi dan melakukan investigasi.
Hasilnya, perseroan menemukan pengajuan bilyet deposito palsu.
Dari investigasi yang dilakukan perseroan juga terlihat produk palsu
itu ditawarkan oleh sindikat oknum yang mengaku-ngaku sebagai karyawan
pemasaran BTN.
Selain menawarkan produk deposito dengan tingkat bunga jauh di atas
tingkat yang ditawarkan BTN, sindikat ini juga memalsukan spesimen tanda
tangan dan data korban untuk melancarkan aksinya.
OJK: 90 persen "Fraud" Selalu Libatkan Orang Dalam Yang Tahu Celah dan Sistem
Sabtu, 1 April 2017 17:08 WIB
Regulasi kita sudah common practice, lebih bagus dibandingkan regulasi perbankan di Eropa, bahkan AS serta Jepang. Kita itu lebih rigid. Namun, intinya kita akan perkuat kontrol internal di seluruh bank.