Menkes: Indonesia harus punya ketahanan obat domestik
Selasa, 27 Februari 2018 15:34 WIB
Jakarta (Antaranews Babel) - Menteri Kesehatan Nila Djuwita F Moeloek mengatakan Indonesia harus punya ketahanan obat dalam negeri dan mengurangi ketergantungan terhadap obat impor.
"Indonesia harus memiliki ketahanan terhadap obat di dalam negeri, untuk mengurangi ketergantungan impor bahan baku diupayakanlah kemandirian bahan baku obat oleh beberapa industri farmasi, dan mendirikan industri serta memproduksi bahan baku obat kimia, herbal maupun biologi," kata Nila di Cikarang, Jawa Barat, Selasa.
Nila menyampaikan hal itu dalam acara peresmian pabrik bahan baku obat dan produk biologi milik PT Kalbio Global Medika (KGM) oleh Presiden Joko Widodo di Cikarang.
"Bapak Presiden, selama ini bahan baku obat memang berasal dari bahan kimia yang kita impor umumnya dari India dan Republik Rakyat Cina (RRC). Namun saya juga mendorong agar kiranya kita mempunyai tanaman asli Indonesia, dimana herbal ataupun suplemen dan hal-hal lain juga bisa didorong untuk kita tingkatkan dalam hal ini," ungkap Nila.
PT Kalbio Global Medika menurut Nila sudah melakukan suatu transformasi yaitu loncatan dari bahan baku kimia menjadi bahan baku biologi dengan tetap melakukan kerja sama dengan RRC dan Korea Selatan.
"Dengan pemberlakukan jaminan kesehatan nasional (JKN) sejak tahun 2014 mengakibatkan bertambahnya jumlah kepersertaannya secara langsung. Saat ini sudah 193,1 juta yang ikut dalam JKN. Tentu secara langsung akan memberikan dampak dalam peningkatan kebutuhan obat yang dipergunakan," ungkap Presiden.
Sehingga menjadi kewajiban pemerintah untuk menjamin ketersediaan seluruh obat yang digunakan dalam JKN tersebut.
Untuk itu kata Nila diperlukan industri yang kuat selaku produsen penyediaan obat. Hampir seluruh kebutuhan di Indonesia termasuk ketersediaan biologi selain vaksin masih dipenuhi masih impor.
"Ini sudah tentu menjadi hal yang perlu kita siasati bersama agar Indonesia dapat memproduksi sendiri dan mengurangi ketergantungan terhadap negara lain. Dengan memproduksi sendiri kita harapkan biaya akan dapat lebih terjangkau," jelas Nila.
Untuk industri farmasi, menurut Nila, Indonesia sudah mendirikan usaha bersama atau "joint venture" dengan beberapa negara seperti dengan China, Korea Selatan, Jerman, Spanyol dan India untuk beragam jenis obat.
Sedangkan untuk industri alat kesehatan sudah bekerja sama Jepang, Yordania, Jerman, Korea Selatan, Amerika Serikat dan RRC untuk memproduksi jarum suntik, scan jantung, kacamata dan lainnya.
Menurut rencana, pabrik PT KGM tersebut akan memproduksi Erythopoietin (EPO) untuk pengobatan cuci daerah dan kanker yang akan diekspor ke pasa ASEAN dan negara lain.
Produksi lain adalah Granulocyte Colony Stimulating Factor (GCS) sebagai obat untuk meningkatkan produksi granulosit, Efepoieting (Long Acting EPO) yang merupakan molekul baru untuk menstimulasi pembentukan sel darah merah, produksi insulin serta MAb (Monoklonal Antibodi) untuk pengobatan kanker.