Jakarta (Antaranews Babel) - Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari membantah menerima Rp6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun alias Abun sebagai imbalan pemberian izin lokasi perkebunan kelapa sawit, melainkan untuk jual beli emas.
"Saya sebenarnya jual beli emas sama dia, emas saya 15 kilogram," kata Rita sebelum sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Rita didakwa menerima Rp6 miliar dari Hery Susanto Gun sebagai imbalan terkait pemberian izin lokasi perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru Kecamatan Muara Kaman, kabupaten Kutai Kartanegara kepada PT Sawit Golden Prima. Rita juga didakwa menerima gratifikasi senilai Rp469,465 miliar.
"Jualnya cuma sekali, dibayar tunai makanya transfer ke rekening saya," tambah Rita.
Sedangkan terkait izin tambang PT Sawit Golden Prima, menurut Rita sudah diselesaikan dalam periode bupati sebelumnya Syaukani Hasan Rais yang juga ayah Rita.
"Kebetulan izin tambang dia sudah selesai dari bupati sebelumnya. Saya tandatangan setelah saya menjabat. Saya dilantik 30 Juni, saya tandatangan izin dia 8 Juli, jadi cuma seminggu karena semua sudah selesai," ucap Rita.
Rita pun membantah ada orang-orang suruhan Abun yang mendatangi rumahnya untuk mengurus izin tersebut.
"Seingat saya di kantor bukan di rumah. Intinya ada tim terpadu bahwa dokumen sudah lengkap semua dan sudah sesuai aturan. Tidak ada sogok-sogokan, waktu itu saya mengatakan ke orang Pak Abun namanya Pak Adi, saya punya emas ini mau jual karena 'ngeri' taruh di brankas terus, itu punya bapak saya. 'Ngeri' kalau ditinggal di rumah saya dan suami saya, akhirnya saya jual lalu ditransfer makanya disebut gratifikasi," jelas Rita.
Terkait perbuatannya itu, Rita didakwa pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.