Jakarta (Antara Babel) - Pengacara Mohamad Sanusi, Krisna Murti membantah kliennya melakukan tindak pidana pencuian uang seperti dalam dakwaan jaksa penuntut umum KPK.
"Ketika itu kan Bang Uci (Sanusi) sebagai anggota Komisi D tahun 2009, lalu kedekatannya dengan Danu Wira ada hubungannya pada saat kuliah. Dia (Danu Wira) teman kuliah, kebetulan perusahaan Danu Wira, owner-nya (pemilik) pemain di pemda, dugaan dari JPU ada hubungannya bahwa Danu Wira dapat proyek itu ada campur tangan Bang Uci. Kita punya bukti bahwa itu tidak ada kaitannya," kata Krisna seusai sidang pembacaan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu.
Dalam dakwaan Sanusi, JPU mengatakan Sanusi menerima uang Rp2 miliar dari Presiden Direktur Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja, menerima dan meminta uang dari Direktur Utama PT Wirabayu Pratama Danu Wira yang merupakan rekanan yang melaksanakan proyek pekerjaan di Dinas Tata Air pemprov DKI Jakarta periode 2012-2015 sejumlah Rp21,18 miliar; dari Komisaris PT Imemba Contrakctors Boy Ishak yang merupakan rekanan yang melaksanakan proyek pekerjaan di Dinas Tata Air pemprov DKI Jakarta periode 2012-2015 sejumlah Rp2 miliar dan penerimaan-penerimaan lain sejumlah Rp22,1 miliar.
Uang itu selanjutnya dibelikan 11 unit tanah dan bangunan, 2 mobil mewah dan valuta asing senilai 10 ribu dolar AS.
"Bang Uci kan jual beli properti. Beli rumah yang ini terus dijual lagi. Dari 2005 dia sudah melakukan jual beli, seperti mobil, banyak unitnya karena ganti-ganti, bukan artian seluruhnya itu dari pencucian uang," tegas Krisna.
Krisna mengaku sudah menyiapkan bukti-bukti untuk mendukung pernyataannya tersebut.
"Beberapa dakwaan tidak tepat. seperti TPPU, pihak-pihak lain siapa saja? Sebutkan dong di situ. Sementara rekening-rekening lain juga disebut. Tinggal dipembuktian saja," tambah Krisna.
Sementara ketua tim JPU KPK Ronald Worotikan seusai persidangan menyatakan bahwa KPK menduga bahwa Sanusi melakukan korupsi terkait jabatannya sebagai Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta.
"Dari hasil penyidikan, Sanusi ini kan Komisi D, memang mitra kerjanya Dinas Tata Air, dalam penyidikan kami menemukan fakta-fakta itu," kata Ronald.
Sejumlah properti dan kendaraan yang dibeli Sanusi diminta sebagian atau seluruh pembayarannya kepada Danu Wira atau rekanan Dinas Tata Air lainnya.
"Tapi sistemnya langsung bayar. Misalnya saya ingin beli rumah, kalau tradisionalnya saya minta dibayari langsung dari pihak rekanan ke pemilik rumah, kalau tradisional kan uang diterima dulu, tapi kalau yang terjadi di sini tidak. Orang yang memberikan tender itu yang langsung membayari. Mungkin ini modus baru. Dia beli kredit tapi pihak lain yang bayarkan angsuran. Tapi kalau di bank, keuntungan kita jelas uang itu siapa yang 'cover', masuk ke rekening siapa itu kan jadi pertanyaan," tambah Ronald.
Ronald juga menambahkan bahwa Sanusi tidak pernah melaporkan LHKPN selaku penyelenggara negara.
"Gaji yang dia terima mulai 2009 sampai April 2016 hanya Rp2,3 miliar ditambah dia pengusaha sebagai direktur PT Bumi Raya, tapi gaji dia di perusahaan itu cuma Rp2,5 miliar. Itu kalau tidak makan, tapi kan harus makan, menyekolahkan anak, beli bensin. Total gajinya seharusnya Rp5 miliar, tapi yang bisa dia belikan untuk aset sekitar Rp45 miliar," ungkap Ronald.
Sedangkan Sanusi pun mengaku siap membuktikan perbuatannya.
"Berdasarkan masukan dari pengacara, saya pikir materinya saya pahami, tinggal pembuktian saja. Namanya dakwaan kita harus buktikan di pengadilan. Doakan saja saya bisa buktikan di pengadilan dengan saksi-saksi yang dihadirkan," kata Sanusi singkat usai persidangan.