Pangkalpinang (ANTARA) - Setiap tahun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi instrumen utama pemerintah untuk membiayai pembangunan nasional. Di dalamnya, alokasi anggaran pertahanan dan keamanan yang dikelola Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menempati porsi signifikan.
Tugas utama TNI dan Polri sangat vital: menjaga kedaulatan, pertahanan, keamanan, serta ketertiban masyarakat. Namun, di balik tugas pokok tersebut terdapat tantangan besar lain, yaitu bagaimana mengelola anggaran yang besar dan kompleks dengan prinsip profesionalisme, akuntabilitas, transparansi, dan efisiensi.
Isu profesionalisme pengelolaan APBN di satker TNI dan Polri belakangan menjadi sorotan. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintah yang mewajibkan pejabat pengelola keuangan negara — Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSM) — memiliki sertifikat kompetensi sesuai PMK No. 211/PMK.05/2019 dan PER-5/PB/2020.
Tantangan profesionalisme
Beberapa isu krusial yang masih dihadapi dalam pengelolaan APBN di lingkungan TNI dan Polri antara lain:
1. Kompetensi SDM
Tidak semua pejabat keuangan telah memiliki sertifikasi. Selain itu, rotasi jabatan yang cepat sering membuat kesinambungan kompetensi terputus.
2. Kepatuhan terhadap Regulasi
Variasi pemahaman aturan perbendaharaan dan pengadaan barang/jasa masih tinggi. Hal ini berpotensi menimbulkan kesalahan administrasi hingga temuan audit.
3. Pengendalian Internal yang Belum Optimal
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di beberapa satker belum berjalan maksimal. Padatnya tugas operasional juga sering mengurangi perhatian pada aspek administrasi.
4. Budaya Organisasi
Tugas pokok TNI dan Polri adalah operasi pertahanan dan keamanan. Akibatnya, fungsi administrasi keuangan kadang dianggap sekunder, sehingga perhatian terhadap peningkatan kompetensi keuangan kurang maksimal.
Dampak yang ditimbulkan
Kelemahan dalam profesionalisme pengelolaan APBN di satker TNI dan Polri dapat berimplikasi pada:
• keterlambatan realisasi belanja barang dan modal,
• risiko temuan berulang dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
• hingga menurunnya kepercayaan publik terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran di institusi strategis negara.
Solusi penguatan profesionalisme
Untuk menjawab isu-isu tersebut, beberapa langkah strategis perlu dilakukan:
1. Sertifikasi Wajib PPK dan PPSM
Menjadikan sertifikasi sebagai syarat mutlak bagi pejabat pengelola keuangan di lingkungan TNI/Polri.
2. Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL)
Program pelatihan rutin harus diadakan untuk memastikan kompetensi tetap terjaga.
3. Penguatan Pengawasan Internal
Optimalisasi peran Itjen TNI dan Itwasum Polri sebagai aparat pengawas internal perlu terus ditingkatkan, termasuk pemanfaatan sistem informasi digital untuk monitoring.
4. Perubahan Budaya Organisasi
Perlu paradigma baru bahwa profesionalisme administrasi dan pengelolaan anggaran adalah bagian dari profesionalisme militer dan kepolisian itu sendiri.
5. Sinergi Antar-Instansi
Kerja sama TNI/Polri dengan Kementerian Keuangan, BPKP, dan LKPP penting untuk memastikan regulasi teknis dipahami dan diterapkan secara seragam di seluruh satker.
Penutup
Profesionalisme dalam pengelolaan APBN bukan sekadar tuntutan administratif. Bagi TNI dan Polri, hal ini merupakan bagian integral dari upaya memperkuat pertahanan dan keamanan nasional.
Dengan SDM yang kompeten, sertifikasi yang terjamin, kepatuhan regulasi, serta pengendalian internal yang kuat, TNI dan Polri tidak hanya akan mampu mengelola anggaran secara efektif, tetapi juga meningkatkan kepercayaan publik terhadap tata kelola keuangan negara.
Ke depan, profesionalisme pengelolaan APBN di lingkungan TNI dan Polri harus menjadi cerminan integritas dan kualitas institusi pertahanan serta keamanan negara.
*) Urif Sahudin adalah Pembina Teknis Perbendaharaan Negara Mahir KPPN Palembang
