Depok (Antara Babel) - Suhu politik mulai memanas menjelang Pemilu Presiden 9 Juli mendatang akibat persaingan dua pasang calon presiden dan wakil presiden, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla diperburuk oleh makin merebaknya kampanye hitam.
Kampanye hitam bisa saja dilakukan oleh pihak ketiga atau di luar para pengikut dua kubu tersebut.
Kampanye hitam itu hanya menonjolkan isu-isu miring menyangkut latar belakang masing-masing calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres), yang diragukan kebenarannya. Bentuk kampanye yang tidak etis dan tak sehat itu terus bergulir di media-media sosial demi mempengaruhi opini publik.
Sebenarnya tim pemenangan masing-masing kubu sama-sama mengecam bentuk kampanye negatif. Misinya hanya untuk menebar kebencian dan prasangka atas capres dan cawapres yang jadi sasaran kampanye hitam. Ini tidak bisa dipandang remeh dan masyarakat diimbau jangan hanyut dalam kampanye itu.
Prabowo belakangan ini pun jadi sasaran tembak orang-orang yang melancarkan kampanye hitam. Sejak mencanangkan diri sebagai capres dia selalu dikaitkan sebagian kalangan dengan kontroversi tentang Tim Mawar, nama tim dari Kopassus yang disebut-sebut melakukan penculikan para aktivis tahun 1997-1998.
Tak hanya itu, lawan-lawan politiknya menuduh bahwa Prabowolah yang memerintahkan penculikan itu. Namun, Prabowo dan jajarannya di Partai Gerindra membantah keras tuduhan itu dengan menegaskan bahwa dia tidak bersalah karena saat itu hanya menjalankan perintah atasan.
Isu lainnya yang disebarkan melalui layanan pesan singkat, broadcast BlackBerry Messenger, dan blog internet adalah Prabowo memiliki kewarganegaraan ganda, yakni Indonesia dan Jordania yang konon diperolehnya dari Raja Hussein (Yordania) tahun 1998.
Baik Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, maupun Capres Hatta Rajasa menyatakan isu itu tidak benar dan merupakan kampanye hitam yang hanya menonjolkan sisi negatif lawan. "Saya termasuk yang tidak suka adanya kampanye negatef, berkampanye positif sajalah," kata Hatta.
Sementara itu kampanye hitam yang ditujukan kepada capres/cawapres Joko Widodo-Yusuf Kalla (JK) mengandung isu Suku Agama Ras dan Antargolongan (SARA). Isu ini sebenarnya mulai beredar ke publik sejak Pilkada DKI Jakarta 2013, yakni soal agama yang dipeluk Jokowi. Akibat isu SARA tersebut, ada kalangan yang meragukan ke-Islaman Jokowi.
Tak senang Pilpres 2014 dinodai dengan kampanye hitam berisu SARA, cawapres JK minta kampanye negatif seperti itu dihindari. "Jangan gunakan isu SARA, itu berbahaya karena menyangkut martabat orang dan masalah pribadi."
"Kalau orang terus-terusan meragukan agama Jokowi, kayak di Aceh sajalah, bikin pertandingan baca Al Quran. Buka saja pertandingan ngaji," kata JK.
Kampanye hitam lainnya yang mengarah kepada pasangan ini juga diunggah ke situs Youtube. Dalam situs tersebut, terdapat rekaman video yang berisi testimoni JK terkait pencapresan Jokowi. Dalam video berdurasi tiga menit 39 detik itu, Jusuf Kalla mengatakan,"Hancur negeri ini jika Jokowi jadi presiden."
Saat dikonfirmasi, JK tak membantahnya. Ia mengaku memang pernah melontarkan pernyataan tersebut. "(Video) itu tahun 2012, saat Jokowi baru beberapa bulan memimpin Jakarta. Waktu itu dia belum apa-apa. Masak dua-tiga bulan memimpin Jakarta langsung mau diusulkan jadi presiden. Untuk memimpin 240 juta orang kan harus ada pengalaman."
Sekarang, ujar JK, kondisinya sudah berbeda. Jokowi sudah punya pengalaman dan kemampuan dalam memimpin. Pada bagian akhir video itu pun, kata JK ada kalimat, "Kalau mampu ya boleh (menjadi capres)." Jokowi kini telah memiliki kriteria untuk diusung sebagai capres.
Isu yang tak kalah seru adalah gambar ucapan duka cita untuk Ir Herbertus Joko Widodo (Oey Hong Liong) yang beredar di media sosial Facebook dan Twitter. Ada foto Jokowi di gambar tersebut. Sebagai awalan dalam gambar tersebut, tercantum tulisan yang mengumumkan "kematian" Jokowi pada 4 Mei 2014.
Meskipun Jokowi mengaku sudah biasa diserang kampanye hitam, namun "RIP Jokowi" adalah konten yang paling membuatnya kesal. "Ya itu, yang paling menyakitkan menurut saya," katanya.
Gubernur DKI Jakarta itu sebenarnya ingin serius menindaklanjuti kampanye hitam itu ke ranah hukum. Namun, dia mengaku sulit untuk mencari tahu pihak yang menyebarkan kampanye tersebut. "Mendingan kerja sajalah, ngurusin yang kayak gitu ngabisin energi saja," katanya.
Hentikan kampanye hitam
Kubu Prabowo memutuskan untuk melanjutkan sejumlah kasus kampanye hitam ke pihak berwenang. Selain melaporkannya ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Tim Pemenangan Prabowo-Hatta juga menempuh jalur hukum.
Menurut anggota Tim Advokasi Prabowo-Hatta, Habiburokhman, ada tiga bentuk kampanye hitam yang dilaporkan: fitnah bahwa Prabowo terlibat kasus penculikan dan kerusuhan 1998, Prabowo pernah meminta kewarganegaraan Jordania tahun 1998 dan Prabowo memukul seseorang saat pendaftaran bakal capres ke KPU pada 20 Mei lalu.
Anggota Tim Advokasi Prabowo-Hatta lainnya, Mahendrata menyebutkan pihaknya segera melaporkan kasus ini ke kepolisian dan menuntut polisi untuk membongkar serta mengusut tuntas siapa di balik pembuat dan penyebar akun Twitter palsu @SamadAbraham, ataupun video kampanye negatif yang menyertai setelahnya.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengaku prihatin atas maraknya aksi kampanye hitam. Dia meminta agar kedua pasangan capres itu bersaing secara sehat dan menghentikan aksi politik tersebut.
Kedua kubu pasangan capres saling menjelek-jelekkan, tak jarang bernada fitnah dan bernuansa SARA. "Hal ini malah akan mencederai politik demokrasi. Selain itu juga bisa mengancam persatuan bangsa," ujarnya.
Menurut Din, kampanye hitam ini justru bisa menghilangkan peluang untuk mendengarkan adu konsep dan adu ideologi dari masing-masing capres, karena kedua kubu sibuk dengan aksi kampanye hitam. "Seandainya ada isu yang tidak benar maka selesaikan secara hukum, jangan diumbar di media massa atau media sosial.
Sementara itu juru bicara pasangan Jokowi-JK, Anies Baswedan menyatakan, kampanye hitam yang ditujukan kepada pasangan tersebut tidak perlu dilawan dengan fitnah balasan. "Kampanye hitam itu akan ditepis dengan tindakan, sehingga isu itu terbatalkan. Kami konsentrasi pada pesan positif," katanya.
Anies mencontohkan isu soal agama yang dianut Jokowi ditepis dengan tindakan Gubernur DKI Jakarta itu memimpin shalat berjamaah. "Nggak usah ngomong, orang kalau lihat Jokowi jadi imam shalat, dengar saja dia baca doa, baca iftitah, itu lancar kok. Malah yang nuduh itu yang saya ragu bisa baca iftitah sebagus Jokowi, ngak?" katanya.
Dia juga menyebutkan, tim pemenangan Jokowi-JK juga tidak akan larut dalam gaya berkampanye negatif dan memutarbalikkan fakta. Dengan tetap mengedepankan gaya komunikasi positif, maka masyarakat bisa menilai.
Capres Prabowo menepis kampanye hitam dengan meminta seluruh kader Partai Gerindra, kader partai koalisi dan relawan, tidak terprovokasi dengan kampanye hitam yang dilakukan pihak lain.
Jangan ditanggapi, katanya, yang penting perkuat konsolidasi ke masyarakat. Tetapi jika kampanye hitam sudah benar-benar serius, maka wajib bagi Tim Pemenangan Prabowo-Hatta untuk meluruskan dan memberikan informasi yang sebenarnya kepada masyarakat.
Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Tengah Abdul Wachid menilai pembiaran terhadap isu murahan juga sangat dibutuhkan, karena langkah ini akan semakin menumbuhkan simpati masyarakat terhadap Prabowo.
Porsi kampanye hitam, menurut dia, hanya 10 persen saja dan dilakukan di tingkat elit. Sedangkan 90 persen masyarakat lebih menilai positif.
Mengamati maraknya kampanye hitam menjelang pilpres, Yenny Wahid mengimbau para tim sukses calpres/cawapres agar tidak melakukan tindakan buruk itu, tetapi menggunakan cara-cara yang elegan dalam mempromosikan capres/cawapresnya.
Yenny khawatir efek maraknya kampanye hitam itu akan berakibat buruk, karena bisa menyulut konflik antara kedua kubu yang bertarung dalam Pilpres 2014.
Adalah lebih baik jika capres/cawapres memaparkan visi misinya yang realistis kepada rakyat jika dia terpilih nanti. Para pemilih sekarang ini sudah lebih cerdas dalam menentukan pilihannya. Belajar dari pengalaman masa lalu, mereka tidak lagi bisa dipaksa, diintimidasi, diiming-imingi hadiah apalagi janji kosong. Biarkan mereka memilih sesuai dengan hati nuraninya, sesuai dengan hakekat demokrasi.